Sinkronisasi Anggaran Pusat dan Daerah Jadi Tugas Berat Sri Mulyani

Sinkronisasi anggaran antara pemerintah pusat dan daerah menjadi tantangan berat bagi Kementerian Keuangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jun 2020, 15:20 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pembicara dalam acara ‘KPK Mendengar’ di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019). KPK menggelar peringatan Hakordia 2019 dengan tema “Bersama Melawan Korupsi Mewujudkan Indonesia Maju”. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui sinkronisasi anggaran antara pemerintah pusat dan daerah menjadi tantangan berat bagi kementeriannya dan juga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Sebab, butuh proses panjang untuk menemui kesepakatan antara kedua pihak untuk menentukan anggaran.

Dia mencontohkan, untuk menentukan anggaran Bappenas sendiri telah melakukan musyawarah rencana pembangunan (musrembang) daerah.

Belum lagi ada juga musrembang pusat serta dokumen penganggaran. Kemudian Kementerian Lembaga (K/L) sendiri telah mendesain perencanaan penganggarannya.

"Mempertemukan mereka adalah suatu pekerjaan 1 tahun anggaran itu luar biasa. Jadi untuk 2021 kita mulai Februari lalu, melakukan itu tadi. Karena kena covid pasti akan ada disrupsi. Namun kita coba untuk melakukan," kata dia di Ruang Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (23/6).

Untuk itu, Kementerian Keuangan dan Bappenas menerapkan kebijakan, di mana K/L di pusat tidak akan dizinkan untuk mengajuan penganggaran program jika tidak mendapatkan tanda tangan dari pemerintah daerah atau masyarakat yang menjadi sasaran dari program tersebut.

"Sekarang tidak boleh K/L menganggarkan kalau sampai masyarakat atau daerahnya tidak menerima," ujar Sri Mulyani.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Temuan BPK

Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Sebelumnya, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sering muncul banyak KL meminta anggaran yang kemudian itu digunakan untuk diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah.

Namun pada saat diserahkan, pihak daerah tidak mau menerima karena tidak sesuai kebutuhan.

"Ini sering muncul. Umpamanya suatu kementerian buat infrastruktur, sudah jadi mau diserahkan ke pemda, tapi pemda bilang tidak butuh. Ini menimbulkan satu persoalan, di BPK juga sudah disampaikan beberapa temuan mengenai berbagai belanja ke masyarakat atau pemda yang ternyata tidak sesuai atau tidak terlalu sinkron dengan kebutuhan masyarakat pemda. Sehingga ini merupakan hal yang perlu kita timbang," jelas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya