Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Aulia Kesuma melalui kuasa hukumnya Firman Candra dan Ryan Sazilly melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi berisi permohonan keadilan atas vonis mati yang dijatuhkan terhadap dirinya.
Pengacara Firman Candra mengatakan, surat permohonan tersebut adalah upaya hukum yang ditempuh demi mendapatkan keadilan untuk Aulia Kesuma.
Advertisement
"Hari Jumat (19/6) kemarin kita kirim permohonan keadilan ke delapan lembaga negara, di antaranya ada Presiden, Wapres, ada Komisi 3 (DPR), Menkumham, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua MA, Komnas HAM dan lain-lain," kata Candra, Selasa 23 Juni 2020.
Sebagaimana dilansir Antara, upaya hukum lain juga telah ditempuh Aulia Kesuma, seperti mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta yang juga sudah didaftarkan pada Jumat (19/6) lalu.
Aulia Kesuma (45) dan putranya Geovanni Kelvin Oktavianus (26) divonis hukuman mati karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana kepada suami dan anak tirinya.
Korban Edi Candra Purnama (57) dan putranya Muhammad Adi Pradana (24) dibunuh dengan cara sadis, yakni diracuni, lalu dianiya, setelah itu jasadnya dimasukkan ke dalam mobil dan dibakar di daerah Sukabumi, Jawa Barat.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis mati Aulia Kesumadan anaknya karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 350 jo. 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dakwaan primair dari penuntut umum.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pertimbangan Mencari Keadilan
Usai persidangan pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6), Firman mengatakan banyak hal yang jadi pertimbangan meringankan hukuman terdakwa, di antaranya adalah terdakwa memiliki seorang anak berusia empat tahun buah pernikahannya dengan korban Edi Candra Purnama.
Selain itu, dua pelaku yang ikut serta dalam merencanakan pembunuhan masih belum tertangkap yakni Aki dan Tini.
Menurut Firman, pihaknya tidak akan berhenti sampai di sini dalam memperjuangkan hak kliennya, selain banding. Pihaknya juga akan melakukan upaya kasasi.
Dalam surat permohonan keadilan tersebut, terdapat delapan poin yang berisi alasan yang menjadi pertimbangan kuasa hukum mengharapkan keadilan bagi kliennya.
Di antaranya, hukuman mati bertentangan dengan ketentuan internasional hak asasi manusia terutama Pasal 3 Deklarasi Unversal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yaitu hak untuk hidup dan Pasar 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Selanjutnya, beberapa yurisprudensi kasus pembunuhan yang menyita perhatian publik, sudah divonis majelis hakim dan inkrakh tidak ada vonis pidana mati seperti : Afriani Susanti dengan korban 9 orang meninggal dengan vonis 15 tahun ; Magriet Christina Megawa dengan satu korban meninggal dengan vonis seumur hidup ; dan Jessica Kumala Wongso dengan satu korban meninggal dengan vonis 20 tahun.
Pada poin ke delapan, kuasa hukum menuliskan, berdasarkan alasan-alasan tersebut pihaknya sebagai kuasa hukum sekaligus anak bangsa bermohon kepada bapak Presiden Republik Indonesia untuk menyatakan bahwa terdakwa I Aulia Kesuma Binti Tianto Natanael dan terdakwa II Geovanni Kevin Oktavianus Robert tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan pidana sebagaimana dakwaan Pertama Pasal 340 Jo. 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan harus segera dibebaskan dari vonis pidana mati tersebut.
Advertisement