Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) Taufik Agustono memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap jasa pelayaran antara PT HTK dengan PT Pupuk Indonesia Logistik atau PT PILOG.
Peringatan itu disampaikan KPK lantaran Taufik tidak memenuhi panggilan penyidik pada Selasa, 23 Juni 2020 dengan alasan sakit. Atas ketidakhadiran tersebut, penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan Taufik pada Jumat (26/6/2020) mendatang.
Advertisement
"KPK mengingatkan tersangka TAG (Taufik Agustono) agar dapat hadir memenuhi pemeriksaan tanggal 26 Juni 2020," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (24/6/2020).
Ali mengatakan, jadwal ulang pemeriksaan pada 26 Juni 2020 merupakan permintaan Taufik sendiri. Dalam surat yang disampaikan Taufik atas ketidakhadirannya pada Selasa lalu, Taufik berjanji akan hadir dalam pemeriksaan berikutnya.
"Yang bersangkutan meminta kepada penyidik KPK untuk dilakukan penjadwalan ulang pada hari Jumat tanggal 26 Juni 2020 sebagaimana surat yang disampaikan oleh yang bersangkutan melalui tim penasihat hukumnya," kata Ali.
Taufik Agustono sendiri hingga kini belum ditahan tim penyidik KPK meski berstatus sebagai tersangka. Taufik dijerat sebagai tersangka kasus suap jasa angkut bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pengembangan OTT Bowo Sidik Pangarso
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada 28 Maret 2019 yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso, Indung, serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Menurut KPK, PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama tahun 2013-2018. Pada tahun 2015, kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar, yang tidak dimiliki oleh PT HTK.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik. Bowo kemudian bertemu dengan anak buah Taufik, Asty Winanty. Hasil pertemuannya dengan Bowo yakni mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal.
Dalam proses tersebut, kemudian Bowo Sidik meminta sejumlah fee. Kemudian Taufik sebagai Direktur PT HTK, membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk Bowo.
Pada tanggal 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT PILOG dengan PT HTK, yang salah satu materi MoUnya adalah pengangkutan kapal milik PT HTK. Setelah adanya MoU tersebut, disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo.
Kemudian Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp 1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU itu.
Bowo Pangarso, Asty, dan Indung telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dalam perkara ini. Dalam persidangan, terungkap adanya dugaan pengurusan kontrak sewa-menyewa kapal antara PT HTK dan PT PILOG untuk pengangkutan gas elpiji Pertamina.
Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun pidana penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap Bowo Sidik. Sedangkan Indung divonis hukuman 2 tahun pidana penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan terhadap Indung. Sementara, Asty divonis hukuman 1,5 tahun pidana penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Advertisement