Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan 7 maskapai penerbangan terbukti bersalah atas kasus penetapan harga tiket pesawat. Hal itu diputuskan dalam perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri.
Adapun 7 maskapai terlapor atas kasus tersebut yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.
Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih menyatakan, dalam persidangan Majelis Hakim Komisi menilai telah terjadi kesepakatan antar para maskapai untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, serta kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
Kesepakatan tersebut telah bertentangan dengan Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi: "(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama."
Menurut Guntur, aksi tersebut mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
"Salah satunya melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para terlapor melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha dan telah menyebabkan kenaikan harga, serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen," jelas Guntur, seperti dikutip Kamis (25/6/2020).
Keputusan KPPU tersebut turut dihormati oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Sejak awal proses, Kemenhub menyambut positif langkah KPPU dalam rangka menerapkan praktik persaingan yang sehat di dunia penerbangan.
"Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak, termasuk KPPU sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam industri serta efisiensi nasional," kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenhub Lakukan Evaluasi
Adita menambahkan, Kemenhub sepanjang 2019 telah melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait Tarif Batas Atas (TBA) yang berubah bentuk dari PM 14/2016 menjadi PM 20/2019 dan KM 106/2019. Dalam aturan tersebut, penentuan TBA dilakukan dengan memperhatikan perlindungan konsumen dan juga keberlangsungan industri penerbangan.
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, stakeholder penerbangan termasuk maskapai menunjukan dukungan luar biasa untuk melayani kebutuhan transportasi udara.
Menurut dia, meskipun penerbangan dilakukan dengan keharusan untuk menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak, yang tentu berdampak pada okupansi, namun pelayanannya tetap dilakukan dengan tarif yang sama seperti sebelumnya, sesuai KM 106/2019.
"Langkah ini kami apresiasi, sebab kami tahu stakeholder penerbangan termasuk sektor yang sangat terdampak di masa pandemi ini," ujar Adita.
Bentuk dukungan juga turut diberikan oleh salah satu maskapai terlapor, Garuda Indonesia. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya sepenuhnya menghormati proses hukum yang telah berjalan sampai dengan saat ini.
"Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu," ungkap Irfan.
Irfan menyadari, iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing. Oleh karenanya, ia melanjutkan, saat ini Garuda Indonesia Group memastikan untuk senantiasa memperkuat komitmennya dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan ditengah tantangan industri penerbangan yang semakin dinamis, dengan tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.
"Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat," tegas dia.
Advertisement
Pembelaan Lion Air
Sebaliknya, Lion Air Group justru membuat pembelaan atas tuduhan pelanggaran penetapan tarif atau harga jual tiket pesawat udara penumpang berjadwal kelas ekonomi pada layanan angkutan udara niaga dalam negeri (domestik).
Lion Air bersikukuh tetap menjual harga tiket pesawat sesuai dengan aturan yang berlaku, yakni KM 106/2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Dalam hal ini tidak melebihi ketentuan Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB).
"Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, Lion Air Group tidak pernah bekerjasama dan menentukan harga dengan pihak lain di luar perusahaan," seru Corporate Communications Strategic Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro.
Danang berpendapat, formulasi penghitungan yang digunakan tergolong wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai.
Dia juga mengklaim Lion Air Group telah menghitung dan memberlakukan harga jual tiket secara bijak, penerapan berdasarkan kategori layanan yang diberikan sebagaimana tertera dalam PM Nomor 20/2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
"Untuk harga jual tiket pesawat udara saat ini merupakan implementasi penggabungan beberapa komponen menjadi kesatuan harga jual tiket pesawat," beber Danang.
Lebih lanjut, ia pun melampirkan rincian komponen penentu tarif pesawat Lion Air:
1. Tarif angkutan udara (fluktuasi dalam koridor tarif batas atas dan tarif batas bawah).
2. Pajak (government tax) 10 persen dari tarif angkutan udara.
3. Iuran wajib asuransi yang disingkat IWJR (Iuran Wajib Jasa Raharja).
4. Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax, besarannya berbeda-beda mengikuti bandar udara di masing-masing kota.
Sebagai informasi, mulai 1 Maret 2018, pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) atau PSC terbaru sudah termasuk ke dalam komponen harga tiket.
Dengan demikian, jika ada perubahan pada tarif PSC akan mempengaruhi nominal pada harga tiket.
6. Biaya tuslah/tambahan jika ada (subcharge).