Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menghadapi sidang perdana gugatan program asimilasi narapidana dan anak karena pandemi virus Corona atau Covid-19. Sidang berjalan di Pengadilan Negeri Surakarta, hari ini, Kamis (25/6/2020).
Menkumham Yasonna Laoly yakin, hakim dapat melihat kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana yang dikeluarkan kementeriamnya memiliki dasar hukum dan berjalan sesuai ketentuan.
Advertisement
"Asimilasi dan integrasi terkait Covid-19 sudah berjalan dengan benar, dalam artian sesuai ketentuan hukum," ujar Yasonna dalam keterangannya, Kamis (25/6/2020).
Yasonna menyebut, program asimilasi diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020. Yasonna yakin hakim akan mengadili perkara ini dengan bijak.
"Saya yakin hakim bisa melihat dengan jernih bahwa tidak ada unsur melawan hukum dari kebijakan ini serta pelaksanaannya," kata dia.
Menurut Yasonna, selain memiliki dasar hukum, program asimilasi dijalani kementeriannya dengan alasan kemanusiaan, yakni demi mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan).
"Demi mencegah malapetaka luar biasa yang akan terjadi bila Covid-19 sampai masuk dan menyebar di lingkungan lapas atau rutan yang over-crowded, dan tidak memungkinkan dilakukan physical distancing sebagaimana prinsip pencegahan penularan virus ini," kata Yasonna.
"Kebijakan ini dilakukan atas dasar kemanusiaan sebagai upaya menyelamatkan narapidana yang juga punya hak untuk hidup sebagaimana manusia bebas lain," Yasonna menambahkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rasio narapidana asimilasi yang berulah
Menurut Yasonna, mekanisme pengawasan terhadap narapidana yang dikeluarkan lewat program asimilasi dan integrasi Covid-19 berjalan efektif. Hal ini terlihat dari rasio narapidana asimilasi yang berulah kembali di masyarakat.
Yasonna menyebut, dari total 40.020 narapidana yang dibebaskan karena asimilasi, sebanyak 222 yang kembali melakukan tindak pidana. Sehingga, program asimilasi terhadap 222 napi tersebut telah dicabut.
"Bila dihitung, rasio narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat ini adalah 0,55 persen. Angka ini jauh lebih rendah dari tingkat residivisme pada kondisi normal sebelum Covid-19 yang bisa mencapai 10,18 persen. Tanpa mengecilkan jumlah tersebut, rendahnya tingkat pengulangan ini tak lepas dari pengawasan yang dilakukan terhadap narapidana asimilasi," kata Yasonna.
Sebagaimana diketahui, kebijakan asimilasi dan integrasi kepada puluhan ribu narapidana digugat sekelompok advokat Kota Solo yang tergabung dalam Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia.
Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Provinsi Jawa Tengah sebagai tergugat II, serta Menkumham sebagai tergugat III.
Advertisement