Dapat Rapor Merah, KPK Bakal Undang ICW dan TII untuk Sampaikan Kritik

Di bidang penindakan, Ali mengatakan KPK setidaknya telah menerbitkan 30 surat perintah penyidikan dengan total 36 tersangka.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Jun 2020, 20:57 WIB
Juru Bicara KPK, Ali Fikri memberikan keterangan terkait OTT di Sidoarjo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Keenam tersangka tersebut adalah Sidoarjo Saiful Ilah, Sunarti Setyaningsih, Judi Tetrahastoto, Sanadjihitu Sangadji dan Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai kritikan yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII).

ICW dan TII  memberikan rapor merah terhadap kinerja pimpinan lembaga antikorupsi era Komjen Firli Bahuri.

"KPK menghargai inisiatif masyarakat untuk mengawasi kinerja kami. Tentu nanti kami akan pelajari kajian tersebut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (25/6/2020).

Diketahui, ICW dan TII memantau kinerja KPK semester I, yakni sejak Desember 2019 hingga Juni 2020. ICW dan TII menilai tak ada kemajuan dalam penindakan dan pencegahan korupsi selama Firli menjabat.

Menurut ICW dan TII, kepercayaan publik terhadap KPK menurun lantaran kinerja yang tidak memuaskan selama enam bulan pertama. Atas dasar kritikan tersebut, KPK berencana mengundang ICW dan TII untuk memaparkan hasil kajiannya tersebut.

"Kapan perlu jika dibutuhkan TII dan ICW kami undang untuk paparan di KPK. Kalau ada data yang keliru bisa dikoreksi, tapi jika memang pembacaan dan rekomendasinya tepat tentu bisa bermanfaat sebagai masukan untuk KPK," kata Ali.

Ali menyampaikan kinerja KPK sepanjang semester I tahun 2020. Di bidang penindakan, Ali mengatakan KPK setidaknya telah menerbitkan 30 surat perintah penyidikan dengan total 36 tersangka, yaitu penyidikan kasus OTT KPU, OTT Sidoarjo, pengembangan suap ke Anggota DPRD Sumut, pengembangan suap ke Anggota DPRD Muara Enim, pengembangan kasus proyek pengadaan jalan di Bengkalis, serta kasus dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia.

Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat kasus korupsi dengan kerugian keuangan negaranya mencapai ratusan miliar.

Beberapa di antaranya, kasus dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di Bengkalis yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 475 miliar dari nilai proyek Rp 2,5 triliun serta kasus dugaan korupsi terkait pemasaran dan penjualan di PT DI yang diduga merugikan keuangan negara Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta.

"KPK juga telah dua DPO kasus suap dan gratifikasi di MA, yaitu NHD dan RHE serta penangkapan terhadap dua orang tersangka dalam kasus suap proyek di Muara Enim yaitu tsk AHB dan RS," kata Ali.

Selama semester I ini, KPK telah menahan 27 orang tersangka. Selain itu, KPK telah menyetor Rp 63.068.521.381 ke kas negara dari denda, uang pengganti dan rampasan dari perkara korupsi sebagai bagian upaya memulihkan kerugian negara.

Sementata untuk bidang pencegahan, Ali mengklaim pihaknya telah berupaya mencegah korupsi di sektor strategis.

Terkait dana penanganan Covid-19, misalnya, KPK mengaku berkoordinasi dengan Gugus Tugas Pusat dan Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya seperti LKPP, BPKP, Kemendagri, Kemenkes, Kemensos, Pemerintah Daerah, dan lainnya serta menganalisis dan memberikan rekomendasi terkait permasalahan sistemik yang dihadapi terkait PBJ Covid-19.

KPK juga menganalisis dan memberikan rekomendasi terkait realokasi, refocusing kegiatan yang dilakukan kementerian, lembaga dan pemda. Kemudian melakukan kajian-kajian sistem terkait Covid-19.

"Salah satu yang sudah selesai adalah terkait Kajian Kartu Prakerja. Saat ini sedang berjalan kajian-kajian lainnya. Kemudian nenerbitkan Surat Edaran sebagai panduan terkait penggunaan anggaran PBJ dalam penanganan Covid-19, Penyaluran Bansos, dan pengelolaan bantuan/hibah dari masyarakat serta menyediakan kanal pengaduan bansos (Jaga Bansos)," kata Ali.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Uang Disetor ke Negara

Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Ali menyebut, KPK juga melakukan koordinasi supervisi pencegahan terintegrasi, seperti menasionalkan upaya penyelamatan dan pemulihan aset dengan bekerja sama kepada Kejaksaan. Selain itu, KPK juga terus mendorong kepatuhan LHKPN dan terus mendorong implementasik Pendidikan Antikorupsi.

"KPK juga telah menyurati Presiden terkait rekomendasi Kajian BPJS Kesehatan mengingat sejumlah rekomendasi perbaikan belum dijalankan oleh pemerintah. KPK juga terus mendorong kepatuhan PN dan pegawai negeri untuk melaporkan penerimaan gratifikasi yang dilarang. Pada periode 1 Januari hingga 25 Januari,

Dia juga mengatakan, KPK telah menyetorkan ke kas negara penerimaan gratifikasi atas 379 SK laporan gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara dari total 665 SK yang telah diterbitkan. Berupa uang senilai Rp882.920.667; USD7.587,44; SGD951,77; Yen 5.140; dan barang senilai Rp65.639.340. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya