Digratiskan Mulai 1 Juli, Kemenhub Pantau Bagan Pemisah Alur Laut di Selat Sunda

Mulai 1 Juli 2020, kapal yang melintasi Traffic Seperation Scheme (TSS) di Selat Sunda tidak akan dikenai biaya alias gratis.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 27 Jun 2020, 11:30 WIB
Kemenhub Pantau Kesiapan Bagan Pemisah Alur Laut di Selat Sunda.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut meninjau kesiapan penetapan Bagan Pemisah Alur Laut atau Traffic Separation Schemes (TSS) di Selat Sunda. Ketetapan itu akan mulai diberlakukan pada 1 Juli 2020, dimana kapal yang melintasi perairan tersebut tidak akan dikenai biaya alias gratis.

Dalam pelaksanaan apel kesiapan dan simulasi patroli penegakan hukum traffic separation scheme tersebut, hadir Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Agus H Purnomo, beserta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang memberi sambutan lewat sambungan video.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam sambutannya mengatakan, Indonesia merupakan negara kepulauan pertama di dunia yang akan memiliki Bagan Pemisah Alur Laut atau TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.

"Dengan ketetapan tersebut, maka pelayaran dan lingkungan maritim di selat Sunda dan Selat Lombok bisa terjaga dengan baik. Dan bisa mendukung cita-cita Indonesia sebagai poros maritim," kata dia di Dermaga VII Pelabuhan Merak, Banten, Sabtu (27/6/2020).

Adapun kegiatan simulasi patroli tersebut merupakan akhir dari rangkaian persiapan intensif yang dilakukan dari 23-27 Juni 2020, dalam rangka persiapan implementasi TSS Selat Sunda dan Selat Lombok yang akan diberlakukan 1 Juli 2020.

Penetapan tersebut diadopsi oleh International Maritime Organization (IMO) melalui ketentuan IMO Circular Nomor COLREG.2/Circ.337 perihal Routeing Measures other than Traffic Separation Schemes, serta berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian.

Berkaitan dengan itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menyusun suatu panduan bagi kapal-kapal yang akan melintas, baik itu yang hanya melakukan lintas transit maupun yang akan menuju pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia dengan menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 130 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Sunda.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jalur Transportasi

Pemandangan pantai Tanjung Lesung setelah tsunami menerjang daratan, Senin (24/24). Sebanyak 20 hotel rusak ringan dan berat akibat tsunami Tanjung Lesung. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Saat ini, jalur transportasi laut bagi kapal-kapal niaga di wilayah Asia Timur selain melalui Selat Malaka yakni melalui Selat Sunda dan Selat Lombok.

Ketiga zelat tersebut merupakan jalur transportasi yang sangat vital dan strategis bagi pelayaran internasional, khususnya bagi negara-negara Asia Timur seperti China dan Jepang. Bilamana terjadi hambatan pelayaran di kawasan Selat Malaka, maka jalur alternatifnya melalui Selat Sunda dan Selat Lombok.

Di sisi lain, Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang menghubungkan perairan Samudera Hindia melewati Perairan Indonesia.

Penetapan ALKI merupakan konsekuensi Indonesia sebagai Negara Kepulauan setelah Pemerintah Indonesia meratifikasi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Negara Kepulauan (Archipelago State) oleh Konvensi PBB.

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Agus Purnomo mengatakan, dengan perjuangan yang telah ditunjukan di kancah internasional dalam penetapan TSS, pemerintah yakin bahwa Indonesia telah siap mengawal pelaksanaan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok.

"Kita dukung bagaimana Selat Sunda (dan Selat Lombok) ini bisa dilalui kapal-kapal internasional dengan aman dan nyaman. Kita tunjukan pada dunia, bahwa kita layak dan bisa melakukan itu," seru Agus.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya