Liputan6.com, Jakarta - Sudah dua minggu fase new normal atau adaptasi kebiasaan baru (ABK) diberlakukan di Indonesia. Dari pusat perbelanjaan sampai rumah ibadah sudah diizinkan dibuka kembali, dengan syarat harus mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan COVID-19.
Saat mengisi materi di Webinar #WeTheHealth Jovee Track pada Sabtu, 27 Juni 2020, dokter spesialis paru (pulmonologist), Jaka Pradipta, menjawab keresahan masyarakat di Indonesia terkait status new normal di Tanah Air. Sebenarnya, apakah Indonesia sudah benar-benar aman sampai-sampai pemerintah berani mengambil langkah new normal?
Advertisement
Jaka mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memiliki tiga kriteria agar suatu negara dapat kembali secara normal.
Pertama, penyakitnya terkontrol yang diartikan penyebarannya itu berkurang dengan jumlah kasus Corona yang menurun.
Kedua, sistem kesehatan mampu mengatasi kasus yang muncul setelah dilakukan adaptasi. Apakah itu rumah sakit maupun ICU-nya, lanjut Jaka, sudah harus siap menerima pasien dengan jumlah banyak.
Terakhir adalah sistem pengawasan kesehatan masyarakat harus mampu mendeteksi dengan mengelola kasus, kontak, dan mengindentifikasi munculnya kasus baru.
Simak Video Menarik Berikut Ini
Kasus COVID-19 di Indonesia
Menurut Jaka, untuk poin nomor tiga, suatu negara harus mampu memiliki alat-alat diagnostik yang baik. Alat swab PCR harus banyak, juga kesiapan sistem tracing yang baik dan benar.
"Di Indonesia, sudah cukup memiliki kemampuan untuk poin dua dan tiga. Poin satu belum, karena penyebarannya masih banyak," kata Jaka.
"Kalau zona masih merah, PSBB seharusnya jangan dilonggarkan. Kalau zona hijau dan kasus sudah menurun, boleh tuh PSBB-nya dilonggarkan," Jaka melanjutkan.
Advertisement
Definisi New Normal
Lebih lanjut, Jaka juga mengingatkan definisi new normal yang masih banyak orang salah mengartikannya.
Secara definisi, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, tapi dengan ditambah protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19.
New normal, kata Jaka, bukan kembali menjadi normal.
"Kadang orang Indonesia suka sotoy (sok tahu), new normal berarti kembali lagi menjadi normal. Padahal, new normal adalah kita beradaptasi untuk bertahan hidup dengan cara memodifikasi perilaku dan gaya hidup kita," ujarnya.
"Jadi, new normal bukan berada di kondisi yang benar-benar normal tapi mencoba kembali normal dengan beradaptasi," kata Jaka.