WHO Prediksi Kasus Corona COVID-19 Dunia Bakal Jadi 2 Kali Lipat pada September

Kasus Virus Corona COVID-19 di dunia sudah mencapai 10 juta saat ini dan diperkirakan akan menjadi 20 juta pada bulan September mendatang.

Oleh ABC Australia diperbarui 29 Jun 2020, 21:01 WIB
Petugas medis mengenakan alat pelindung diri (APD) saat swab test massal di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Swab test massal untuk mengantisipasi penyebaran virus corona COVID-19 ini dapat memeriksa 180 orang per hari. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 10 juta orang di dunia tertular Virus Corona COVID-19 setelah enam bulan wabah pertama dilaporkan muncul di kota Wuhan, China.

Mengutip ABC Indonesia, Senin (29/6/2020), WHO mengatakan angka penularan belum melambat, dengan jumlah penularan yang bisa mencapai 20 juta orang di bulan September.

Pandemi global Virus Corona COVID-19 sekarang sudah dilaporkan terjadi di 210 negara dan kawasan, kecuali benua antartika.

Virus Corona baru juga sudah resmi dinyatakan sebagai penyebab kematian lebih dari 500 ribu orang di seluruh dunia.

Virus ini dengan cepat menyebar setelah China melaporkan ke WHO tanggal 31 Desember 2019 soal kasus radang paru-paru yang tidak biasanya di Wuhan.

Bulan Januari, COVID-19 dengan cepat menyebar ke berbagai kawasan di China hingga akhirnya mencapai seluruh 31 provinsi di negara tersebut.

China mengalami puncak kasus dengan adanya 6.500 kasus dalam masa 24 jam pada pertengahan Februari 2020.

Angka penularan bisa dikendalikan setelah kota Wuhan, dengan penduduk lebih dari 10 juta orang, ditutup sepenuhnya atau 'lockdown', ditambah kebijakan 'social distancig' dan peningkatan jumlah tes.

Pada Minggu 28 Junu, kasus aktif virus corona di China berada di bawah angka 1.000.

4.641 orang di China meninggal akibat virus corona, namun sejak akhir Februari korban kematian terbanyak berada di luar China.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Menyebar Cepat di Luar China

Aktivitas tim medis saat menangani pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona atau COVID-19 di ruang isolasi Gedung Pinere, RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, Rabu (4/3/2020). Sebanyak 10 dari 31 pasien yang dipantau dan diawasi RSUP Persahabatan merupakan pasien rujukan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Kasus pertama di luar China dilaporkan terjadi di Thailand, tanggal 15 Januari, kemudian dengan cepat menyebar ke Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Amerika Serikat.

Menariknya, Thailand selama ini hanya mencatat 58 kematian akibat virus tersebut.

Di bulan Maret, pusat penyebaran virus berada di kawasan Eropa.

Tanggal 5 Maret 2002, Eropa mencatat separuh dari kasus virus corona di dunia terjadi di kawasannya.

Ratusan juta warga Eropa harus menjalani karantina dilarang keluar rumah, di saat pemerintah berusaha menghentikan penyebaran virus.

Dua kluster besar yang merepotkan pemerintah adalah yang terjadi di Italia Utara.

Di pertengahan bulan Maret, dengan 'lockdown' yang ketat, Italia mengalami masa puncak penyebaran virus.

Dalam dua bulan terakhir angka penularan di Italia mulai menurun dan di awal bulan Juni lalu negara tersebut kembali dibuka dengan pelonggaran pembatasan perjalanan di dalam negeri.

Hari Sabtu, hanya ada 8 kematian akibat COVID-19 yang dilaporkan di Italia, pertama kalinya angka kematian berada di bawah angka 10 sejak 1 Maret 2020.

Angka penularan di Eropa sudah mencapai titik puncak, meski Rusia kini disebut sebagai daerah penularan baru. Angka kematian di Inggris, Italia, Spanyol dan Prancis dilaporkan terus menurun.

Virus corona tidak mengenal perbatasan negara. Di bulan April, Amerika Serikat menjadi pusat penyebaran baru dan sampai sekarang masih berjuang untuk mengatasinya.

Angka penularan di Amerika Serikat sudah lebih tinggi dari seluruh jumlah kasus di Eropa.

Lebih dari satu bulan, 30 persen kasus COVID-19 di seluruh dunia terjadi di Amerika Serikat.


Lokasi Penyebaran di Dunia

Personel Pasukan Polisi Cadangan Sentral (CRPF) memproduksi masker di sebuah workshop polisi selama penerapan lockdown di New Delhi, Minggu (12/4/2020). Meningkatnya kasus corona COVID-19 membuat pemerintah India gencar memproduksi APD dan masker untuk kebutuhan tim medis. (SAJJAD HUSSAIN/AFP)

Jika awalnya penyebaran COVID-19 di luar China terjadi di negara-negara maju, seperti di Eropa dan Amerika Serikat, kini negara berkembang yang menjadi pusat penyebaran.

Banyak negara di lokasi yang disebut 'hotspot' di Amerika Latin, Asia Selatan dan Afrika tampaknya masih akan lama berjuang untuk bisa mengatasi penyebaran virus tersebut.

WHO menyatakan Amerika Selatan sebagai pusat penyebaran baru di akhir bulan Mei, dengan angka penularan setiap harinya di Brasil sudah melampaui Amerika Serikat.

Brazil mencatat lebih dari 1,3 juta kasus, lebih dari 50 ribu kematian, sementara Peru dan Chile masing-masing melaporkan adanya 250 ribu kasus penularan.

Penularan COVID-19 di Afrika dilaporkan sudah menurun, namun WHO memperingatkana virus ini sekarang sudah ditemukan di luar ibukota masing-masing negara di Afrika.

Kurangnya kemampuan tes dan pasokan lainnya telah dianggap bisa memperlambat penanganan virus corona di kawasan ini.

Mesir, Afrika Selatan dan Nigeria melaporkan angka penularan tertinggi di benua Afrika, dimana Afrika Selatan memiliki 30 persen dari sekitar 350 ribu kasus di Afrika.

Di Asia Selatan, India sejauh ini yang paling parah terkena dengan 500 ribu kasus, keempat terbesar di dunia.


Angka Penularan Belum Menurun

Covid-19, Nama Baru Corona: Petugas laboratorium menguji sampel dari orang yang akan diuji untuk virus corona COVID-19 di sebuah laboratorium di Shenyang, provinsi Liaoning, China, Rabu (12/2/2020). WHO kini tidak lagi menyebut virus yang merebak di China sebagai Virus Corona Baru. (STR/AFP)

Angka penularan virus corona masih terus meningkat di seluruh dunia.

Hanya dalam 45 hari penularan kasus virus corona meningkat dari angka dua juta menjadi enam juta orang.

Kemudian dalam waktu 28 hari angka tersebut meningkat kembali mencapai 10 juta.

Bila virus ini tidak melambat penyebaran, maka angka kasus COVID-19 bisa mencapai 20 juta di bulan September.

Angka kematian juga diperkirakan akan lebih tinggi lagi.

Jumlah angka penularan dan kematian sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi dari angka yang dilaporkan secara resmi.

Tingkat kematian di masing-masing negara akan tergantung bagaimana sistem layanan kesehatan di sana.

Di Yemen, misalnya, dimana penyebaran kasus tidak bisa dilacak, mengalami tingkat kematian tertingi di dunia.

Sebelumnya, jumlah kematian tertinggi di awal pandemi terjadi di negara-negara Eropa, seperti Italia, Spanyol, Prancis, dan Inggris.

Angka kematian juga tinggi di negara yang tidak bisa melakukan tes dalam jumlah besar untuk melacak kasus yang ada.

Sementara di Australia, angka kematian sejauh ini adalah 1,3 persen dari mereka yang tertular virus corona.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya