Liputan6.com, Jakarta Badan Intelijen Negara (BIN) dan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, belum lama ini mengumumkan kombinasi obat yang bisa digunakan untuk penanganan COVID-19. Namun keterlibatan BIN ini ternyata menuai kontroversi.
Seperti disampaikan pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, kombinasi obat COVID-19 yang diklaim beberapa waktu lalu tersebut perlu dilakukan secara uji klinik.
Advertisement
"Klaim tanpa bukti itu Hoax," tulis Pandu dalam unggahannya di Twitter @drpriono.
Kombinasi obat yang dimaksud adalah pertama yaitu, Lopinafir, Ritonavir, dan Azithromycin. Kemudian, kombinasi antara, Lopinafir, Ritonavir, dan Doksisiklin. Kombinasi ketiga, Lopinafir, Ritonavir, Klaritromisin. Keempat, Hidroksiklorokuin dan Azithromycin. Kelima, yaitu antara Hidroksiklorokuin dan Doksisiklin.
Menurut Pandu, sejauh ini efektivitas obat perlu diuji dengan cara uji klinik dalam beberapa fase dan harus melalui persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan serta Kementerian dan Lembaga terkait. Sebab langkah-langkah saat ini seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar tidak efektif, begitu pun dengan rapid test.
"Untuk mengurangi risiko COVID-19, saya sebut 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan," katanya dalam acara Diskusi Publik Polemik Beragamnya Klaim Temuan Obat dan Jamu Herbal Penangkal Covid19 yang ditengahi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang digelar Minggu, 28 Juni 2020.
Selain itu, pertanyaan terkait keterlibatan BIN dalam merilis obat kombinasi COVID-19 juga sempat disinggung. Tim Hukum BIN, Gede Agung Cakra mengklarifikasi.
COVID-19 Mengganggu stabilitas negara
"Sesuai dengan Undang-Undang Intelijen, pandemi COVID-19 ini sebagai ancaman biologis yang dapat membahayakan kesehatan bangsa, mengganggu keamanan dan keutuhan negara, ideologi politik, budaya dan keamanan. Sehingga dalam komando Presiden, BIN memiliki kewenangan untuk mengambil langkah-langkah dalam memutus rantai COVID-19 dalam mengurangi angka kematian akibat COVID-19," ujarnya.
Berbagai langkah dilakukan BIN, lanjut Gede Agung, termasuk dalam menemukan obat yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan bekerja sama dengan peneliti lembaga dan Universitas di seluruh Indonesia, seperti Universitas Gajah Mada dan Universitas Airlangga dan juga laboratorium biomolekuler.
"Kerjasama dengan ITB dengan membuat aplikasi COVID-19 untuk mengetahui ODP, PDP secara real time selama 14 hari. Juga dalam penyemprotan disinfektan. Kami mendorong Kementerian, Lembaga dan masyarakat untuk bersinergi secara kolaboratif dalam percepatan penanganan COVID-19 karena ini situasi darurat," pungkasnya.
Advertisement