Liputan6.com, Jakarta - Polri kembali memperpanjang masa Operasi Tinombala 2020 di Poso, Sulawesi Tengah, yang telah habis pada 28 Juni 2020. Sebelumnya, operasi tersebut telah diperpanjang selama enam bulan, dimulai pada Desember 2019 lalu.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, keputusan tersebut diteken pada 26 Juni 2020.
Advertisement
"Masih terdapat target operasi atau DPO sebanyak 14 orang yang belum tertangkap, sehingga dengan hal tersebut maka operasi diperpanjang," tutur Awi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/6/2020).
Menurut Awi, Operasi Tinombala 2020 Tahap III itu diperpanjang selama 94 hari, terhitung mulai 29 Juni sampai dengan 30 September 2020.
"Dengan mengedepankan kegiatan penegakan hukum yang didukung oleh fungsi Intelejen, fungsi Binmas, dan fungsi kepolisian lainnya," katanya.
Sementara itu, hingga dua bulan lebih pascapenembakan Qidam Alfarizki yang diduga dilakukan oknum anggota Satgas Tinombala di Poso, pihak keluarga korban terus menagih keadilan dari polisi. Apalagi keluarga merasa dirugikan lantaran korban sempat disebut sebagai jaringan MIT Poso.
Penembakan yang diduga dilakukan oknum Satgas Tinombala di Poso pada 9 April lalu, menewaskan Qidam Alfarizki. Pemuda berusia sekitar 20 tahun itu tewas dengan luka tembak saat berada di belakang Polsek Poso Pesisir Utara pada malam hari.
Dua bulan sejak itu, pihak keluarga korban terus menuntut pihak kepolisian mengungkap dan menindak tegas para pelaku. Apalagi, menurut pihak keluarga, polisi belum mampu menjelaskan keterkaitan anggota keluarganya yang kehilangan nyawa secara tragis itu dengan kelompok teroris yang jadi target Operasi Tinombala di Poso.
Dalam rentang dua bulan tersebut juga, pihak keluarga bersama Tim Pembela Muslim (TPM) yang jadi kuasa hukum telah mengadukan kasus dugaan penambakan oleh anggota Satgas Tinombala itu ke berbagai pihak. Polda Sulteng, Komnas HAM, DPRD Poso, dan DPRD Provinsi telah didatangi untuk meminta keadilan.
"Saya hanya minta keadilan dan pelaku dihukum sampai dipenjarakan sesuai hukum yang berlaku," ucap ayah korban penembakan, Irwan Mowance usai mengadu ke DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Jumat (26/6/2020) sore.
Anggota TPM yang mendampingi keluarga, Andi Akbar menilai sejak awal polisi mengesankan sikap tidak profesional dengan menyebut korban termasuk bagian dari kelompok MIT.
"Tidak lama setelah penembakan Qidam, tiba-tiba Kabid Humas Polda Sulteng sudah menyebut korban sebagai anggota Ali Kalora (kelompok MIT). Kami tunggu penjelasan tentang itu tapi sampai sekarang tidak ada," kata Andi Akbar, anggota TPM Sulteng saat mendampingi ayak Qidam di DPRD Sulteng, Jumat (26/6/2020).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Mencari Keterlibatan Qidam
Upaya mengungkap dugaan salah sasaran yang mengorbankan warga tidak bersalah itu dilakukan polisi dengan melibatkan Mabes Polri dan Komnas HAM. Namun para pelaku belum juga terungkap.
Hingga 10 Juni lalu, pihak Polda Sulteng menyatakan puluhan anggota polisi dalam kasus itu telah diperiksa, dengan status sebagai saksi.
"Untuk kasus penembakan Qidam ada 29 dari internal yang diperiksa dan 3 dari pihak keluarga. Semua sebagai saksi," Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol Didik Supranoto kepada jurnalis, Rabu (10/6/2020).
Penyelidikan yang dilakukan hingga akhir Juni dengan pemeriksaan saksi, olah TKP, dan rekontruksi terhadap kasus itu juga belum menemukan keterlibatan Qidam dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang jadi target operasi Satgas Tinombala di Poso.
Penyelidikan dilakukan oleh Bidpropam dan Ditreskrimum dibantu penyidik dari Biro Provost Divpropam Polri.
"Sampai saat ini belum ditemukan keterkaitan Qidam dengan kelompok MIT Poso pimpinan Ali Kalora. Korban juga tidak termasuk dalam DPO pelaku tindak pidana terorisme yang selama ini sudah beredar," kata Didik dalam rilis yang dibagikan ke jurnalis di Palu, Jumat (26/6/2020).
Advertisement