Pemprov DKI Diminta Fasilitasi Siswa Miskin Tidak Lulus PPDB Masuk Sekolah Swasta

Agus mendorong pemerintah mulai memikirkan anak-anak yang tidak lolos karena zonasi usia untuk difasilitasi masuk ke sekolah swasta

oleh Luqman RimadiYopi Makdori diperbarui 29 Jun 2020, 18:20 WIB
Petugas melayani pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jalur Zonasi di SMA Negeri 21, Jakarta, Senin (24/6/2019). Pendaftaran PPDB DKI Jakarta Jalur Zonasi SMP-SMA dibuka pada 24-26 Juni 2019 mulai pukul 08.00-16.00 WIB. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMP-SMA di DKI Jakarta menimbulkan polemik. Pasalnya, Pemerintah Povinsi DKI mendahulukan pendaftar dengan usia tua dan ideal masuk SMP-SMA.

Imbas kebijakan ini, banyak banyak pelajar yang dari sisi akademik dan faktor lainnya cukup mumpuni, harus tersingkir karena kebijakan itu.

Terkait kondisi tersebut Praktisi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Agus Suradika mengatakan negara harus hadir dalam memfasilitasi masyarakat yang tidak lolos seleksi  PPDB DKI Jakarta.

Dia mendorong pemerintah mulai memikirkan anak-anak yang tidak lolos karena zonasi usia untuk difasilitasi masuk ke sekolah swasta, lantaran biaya yang harus dikeluarkan untuk sekolah swasta jauh lebih mahal.  

"Sebelum ini terdapat kebijakan BOP (Biaya Operasional Sekolah), kemudian ada juga KJP (Kartu Jakarta Pintar). Biaya operasional siapapun siswa itu sudah dijamin BOP, sudah ada anggaran. Lalu biaya personal yang biayanya tidak bisa dipenuhi sendiri oleh keluarga, itu dijamin KJP,” kata Agus dalam acara Webinar Pendidikan yang digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Senin (29/6/2020). 

Agus mengakui, kapasitas kursi di sekolah negeri memang sangat terbatas, bila dibanding dengan jumlah peserta didik yang telah mendaftar. Namun,kondisi itu menurutnya tidak bisa dijadikan alasan utama.

Apalagi, pemerintah juga telah membuat kebijakan wajib belajar 12 tahun. Namun, dengan ketidakmampuan biaya, hal tersebut akan sulit untuk tercapai.

"Itu kan mengandung makna bahwa ada jaminan peserta didik di Jakarta baik kaya maupun tidak mampu, harus bisa tertampung di sekolah yang baik, maka negara dalam hal Pemda DKI Jakarta harus menjamin bahwa anak dari kelompok tidak mampu harus mendapat sekolah,” jelas dia.

Menurutnya, bagi para peserta didik yang tidak mampu, baik itu biaya investasi, operasional dan personal itu harus ditanggung negara. Namun, bagi kelompok yang kaya, mereka bisa memakai biayanya sendiri.

"Jadi ini sebuah prinsip keadilan dalam kebijakan sehingga semua anak-anak itu dijamin untuk bisa belajar,” ucap Profesor bidang Teknologi Pendidikan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Hambatan Jalur Prestasi

Para orang tua siswa menggelar aksi didepan gedung Balaikota, Jakarta, Selasa (23/6/2020). Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghapus prioritas usia dalam aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, Mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI jakarta Taufik Yudi Mulyanto menilai, dalam penerimaan peserta didik di sekolah negeri ibukota, calon pelajar yang tak dapat masuk ke jalur prestasi akademik dengan kuota 20 persen, belum tentu mereka tak cerdas.

Bisa saja, lanjut dia nilai mereka tak berbeda jauh. Dia mengasumsikan bahwa satu sekolah menerima 100 siswa, maka hanya 20 siswa yang diterima melalui jalur prestasi akademik, padahal kata Yudi bisa saja nilai anak yang ke-21 tak jauh beda dengan peringkat di atasnya.

"Ini cuman beda tipis saja tapi kemudian kuotanya dibatasi, sehingga orang ke-21 pun tidak masuk," ucap Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta 2009-2014 itu.

Di samping itu, Taufik juga mengritisi variabel ekonomi yang digunakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam menerima peserta didik baru, yakni hanya ada variabel mampu dan tidak mampu.

"Belum diperhitungkan strata tengah atau sedang," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya