Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Diprediksi Negatif pada Kuartal II, Siapa Terparah?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia merosot tajam pada kuartal II 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jun 2020, 14:20 WIB
Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia merosot tajam pada kuartal II-2020. Bahkan hal tersebut juga akan dialami oleh negara-negara maju yang selama ini memiliki ekonomi yang kokoh.

"Kalau semua negara kuartal II, negara maju merosot sangat tajam, AS bisa mendekati negatif 10 persen, Inggris 15 persen," ujar Sri Mulyani saat memberikan paparan dalam diskusi daring bersama BNPB, Jakarta, Selasa (30/6).

"Jerman negatif 11 persen, Perancis negatif 17 persen, Jepang 8 persen bahkan India yang dianggap negara berkembang sama seperti Indonesia yang tumbuh cukup tinggi diperkirakan kontraksi bisa 12 persen," sambungnya.

Dia mengatakan, kondisi tersebut menjadi tantangan bagi Indonesia secara khusus. Sebab, Indonesia dalam menangani pandemi Virus Corona juga melakukan berbagai strategi yaitu dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kemudian memberi dampak bagi ekonomi.

"Ini yang menjadi tantangan bagi kita semua. Indonesia pun nanti akan terpengaruh dengan PSBB atau berbagai langakah-langkah yang kemudian mempengaruhi ekonomi kita kuartral II, negatifnya bisa 3,8 persen, bandingkan dengan negara maju tadi," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Antisipasi Dampak Corona

Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah terus mengantisipasi dampak penyebaran virus terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Namun ini berbasis indikator yang kita bisa track. Kita akan lihat waktu BPS menyampaikan angka pasti kuartal-II di awal Agustus," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com


Chatib Basri: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I Jeblok Bukan Karena Covid-19

Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/11/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 5,3%. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Disituasi pandemi dan ketidakpastian yang tinggi, Pemerintah mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I hanya sebesar 2,97 persen menunjukkan telah terjadi koreksi yang cukup tajam.

Menanggapi hal itu, Ekonom sekaligus Mantan Menteri Keuangan era SBY, M. Chatib Basri, mengaku tidak terlalu terkejut mengenai pernyataan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 2,97 persen.

“Jadi saya tidak terkejut pada persepsi orang, bahwa situasi ekonomi menjadi lebih buruk sejak Maret dibandingkan dengan Juni. Selama 2020 semua  orang tahu bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di 2,97 persen,” kata Chatib dalam konferensi pers rilis SMRC, Kamis (25/6/2020).

Menurutnya, ada hal yang menarik yakni pemerintah secara mengumumkan adanya covid-19 itu awal Maret. Jadi secara logika ekonomi Indonesia pada Januari tidak terpengaruh covid-19.

Jika terpengaruh covid, tegas dia, mestinya pertumbuhan ekonomi normal di sekitar 5 persen.

“Katakanlah Februari covid-19 itu mulai outbreaknya di Wuhan akhir Januari, mungkin dampak ekternal ekspor itu Februari dari 5 turun ke 4 persenlah, kemudian baru bulan Maret dampak PSBB, yang menarik tiga bulan Januari, Februari dan Maret itu angkanya ke 2,97 persen, artinya ada sesuatu yang menarik di bulan Maret rata-rata ke bawah,” jelasnya.


Selanjutnya

Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lanjut Chatib, penurunan itu tidak mungkin terjadi di Januari karena belum ada covid-19 di Indonesia, kemudian pada Februari masih yang terkena ekternal saja hanya ekspor yang kena turun bisa dikatakan turun dari 5 persen ke 4 persen. Tapi kemudian drop 3 persen di bulan Maret, berarti situasi di Maret itu parah.

“Cerminan dari situasi Maret ini adalah Cerminan yang terjadi di April, Mei, dan Juni, kenapa? Karena dampak dari sosial distancing mulai terjadi sejak Maret. Jadi saya bisa membayangkan bahwa kalau saya lakukan Ekstrapolasi (memperkirakan nilai) dari angka itu, mungkin ekonomi kita akan kontraksi di kuartal kedua 2020, pertumbuhannya mungkin akan negatif,” katanya.

Sekarang masuk ke pertumbuhan konsumsi, sektor mana yang masih lumayan, ia mengatakan sektor yang berhubungan dengan kesehatan dan edukasi masih dianggap baik.

“Atau yang tinggi growth nya adalah online farmasi, beli obat secara online. Kenapa sektor online bisa relatif baik? Karena esensi dasar dari ekonomi adalah pasar, aktivitas ekonomi itu bisa jalan kalau pasarnya ada,” ujarnya.

Menurutnya, pasar itu adalah tempat pertemuan orang untuk melakukan barang dan jasa secara visual atau fisik. Tapi secara sosial distancing fisiknya tidak boleh, jadi esensi dari aktivitas konomi adalah pasar.

“Pasar adalah tempat bertemu, tapi justru tidak bertemu, makannya pasar yang aktivitasnya fisik maka collapse, kecuali kalau pindah ke online,” pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya