Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pencabutan larangan penangkapan benih lobster merupakan upaya merupakan upaya mensejahterakan nelayan di tengah situasi pandemi virus corona baru (Covid-19).
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno menilai, Menteri Kelautan Perikanan Edhy Prabowo telah melakukan gebrakan di tengah pandemi virus corona, dengan menerbitkan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp), sebagai payung hukum pencabutan larangan penangkapan benih lobster.
"Menteri Edhy sudah lama menjalankan langkah extraordinary yang diimbau Presiden," kata Adi, di Jakarta, Selasa (30/6/2020).
Menurut Adi, kebijakan memperbolehkan penangkapan, budi daya dan ekspor benih lobster dapat meningkatkan nilai ekonomi dan memberikan pemasukan bagi negara di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Baca Juga
Advertisement
"Dan Presiden juga pernah menyikapi isu lobster yang intinya nelayan harus dapat nilai ekonomi dan negara dapat pemasukan," tambahnya.
Adi pun optimis, sebelum kebijakan tersebut diambil, Kementerian Kelautan dan Perikanan tentu sudah melakukan kajian.
Kebijakan ini juga diyakini akan meningkatkan kesejahteraan untuk nelayan dan peningkatan devisa
"Itu otomatis karena setiap ekspor pasti ada pajaknya. Setiap benih yang ditangkap ada nilai ekonomi untuk nelayan. Setiap budidaya membuka lapangan kerja. Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 yang dibuat Edhy nguntungin nelayan dan negara." Tutupnya
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenkeu Masih Kaji Regulasi Pengenaan Pungutan Benih lobster
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji rencana penerapan pungutan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) untuk ekspor benih lobster. Pungutan ini merupakan usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ini diungkapkan Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani. ""Kami sedang koordinasikan bersama," kata dia seperti melansir Antara, Rabu (17/6/2020).
Namun dia mengaku belum bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai revisi regulasi penerapan PNBP dari ekspor tersebut. Ini termasuk rencana penarikan PNBP khusus sambil menunggu peraturan yang tetap. "Masih dalam kajian," tambah dia.
Dikatakan, saat ini, Kemenkeu baru memungut PNBP di sektor perikanan kelautan terkait perizinan kapal dan perizinan tangkap, belum mencakup ekspor benih lobster dan hasil perikanan lainnya.
Sebelumnya, KKP telah mengeluarkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 yang berisi ketentuan mengenai ekspor dan budidaya benih lobster, udang, maupun rajungan.
Regulasi yang berlaku sejak awal Mei 2020 ini belum mencakup peraturan teknis mengenai tarif PNBP yang wajib dipungut untuk ekspor produk perikanan tersebut.
Advertisement
Ekspor
Meski demikian, Direktorat Bea dan Cukai sudah mendeteksi dua perusahaan yang melakukan ekspor benih lobster sebanyak 14 koli berisi 97.500 benih ke Vietnam pada Jumat, 12 Juni 2020.
Ekspor itu sudah dilakukan walau belum ada petunjuk teknis mengenai persyaratan bea keluar, PNBP, kuota serta ukuran yang sesuai dengan Peraturan Menteri KKP.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator Penasihat Menteri KKP Rokhmin Dahuri mengatakan ekspor benih lobster ini merupakan kebijakan yang tepat dari sisi ekonomi dan ekologi.
Salah satu alasannya adalah survival rate (kemampuan hidup benih lobster hingga dewasa) budidaya lobster di Indonesia hanya sebesar 30 persen.
Angka ini jauh dibandingkan dengan survival rate di Vietnam yang mencapai 70-80 persen. Jika di alam liar, lobster yang mampu hidup sampai dewasa hanya 0,01 persen dari total jumlah benih.
"Ekspor secara terbatas ini sudah benar, jika benih dibeli sekitar Rp10 ribu per ekor, akan ada perputaran sekitar Rp3,6 triliun, di NTB, NTT, selatan Jawa, Nias dan sekitarnya," katanya.
Asumsi Rp 3,6 triliun itu muncul dari rata-rata jumlah benur yang bisa diekspor yakni sejuta ekor per hari, dengan harga rata-rata sekitar 3 dolar AS per ekor.