Kisah Nyata Ibu Rumah Tangga Dibayar Suami Rp 200 Ribu per Jam

Kisah diawali saat Melissa Petro, seorang penulis lepas, istri dan ibu asal Kota New York, AS, memutuskan berhenti bekerja dan mengurus rumah tangga.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Jul 2020, 05:01 WIB
Ilustrasi ibu rumah tangga mengurus anak. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap wanita tentu tetap menganggap anak sebagai prioritas utama. Kendati, ada pilihan terus bekerja atau menjadi ibu rumah tangga setelah melahirkan sang buah hati.

Pun demikian Melissa Petro. Penulis lepas, istri dan ibu asal Kota New York, Amerika Serikat, ini memutuskan berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Terutama setelah ia dianugerahi seorang anak.

Hanya saja, seperti dikutip dari Business Insider, Selasa 30 Juni 2020, Petro meminta sang suami membayarnya. Ini untuk setiap pekerjaannya selaku ibu rumah tangga.

Termasuk, mengurus kebutuhan anak dan membersihkan rumah. Serta, tanggung jawab keluarga lainnya.

Buat menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga, dia meminta bayaran sebesar USD 15 per jam atau setara Rp 213 ribu per jam.

Petro mengakui, sebelum menjadi seorang ibu dan masih bekerja, ia dan sang suami mempunyai pemasukan finansial yang setara.

Bahkan, mereka berupaya membagi pemasukan agar sama rata digunakan demi memenuhi segala keperluan rumah tangga.

"Kami berdua bekerja full time, suami saya seorang konsultan di media digital. Sementara saya bekerja sebagai penulis lepas. Kami berkontribusi 50-50 untuk anggaran keluarga," Petro menuturkan.

Kendati demikian, usai melahirkan, ia merasa tak mampu untuk mengatur waktu antara mengurus anak dan bekerja. Petro kemudian memutuskan berhenti bekerja.

Petro pun meminta sang suami untuk membayar per jam sebagai ibu rumah tangga. Ketimbang harus membayar seorang pengasuh.

Video Pilihan


Sistem Pembayaran

Ilustrasi orang tua dengan anaknya. (iStockphoto)

Sistem pembayarannya sederhana. Petro akan menghitung berapa jam dia bekerja setiap minggu lantas dikali dengan bayarannya per jam.

Sekalipun memang, setelah sang suami pulang bekerja, dia mendapatkan bantuan mengurus anak. Namun, tetap saja, merapihkan dan membereskan rumah termasuk cucian menjadi urusannya.

Hanya saja, semua tak berjalan sesuai rencana. Delapan jam per hari ternyata tak cukup menyelesaikan semua kebutuhan anak dan membereskan rumah. Tak perlu disebut lagi, piring kotor, tumpukan baju kotor, mainan yang berantakan.

"Saya tak punya waktu untuk mandi, bahkan untuk sedetik melakukan pekerjaan dengan tenang. Semua itu menjadi lebih tidak mudah setelah anak saya tak mau tidur siang dan lebih banyak bergerak," ujar Petro.

Dia lantas meminta kenaikan gaji. Sang suami mengabulkannya. Ternyata itu semua tak cukup mengusir rasa jenuh dan lelahnya.

Sekalipun Petro mengakui, sang suami selalu dengan ringan hati membantunya mengurus pekerjaan rumah tangga yang tak sempat terselesaikan.


Berganti Peran

Ilustrasi Kedekatan Orang Tua dan Anak (iStockphoto)

Sesuatu yang menarik akhirnya terjadi dalam rumah tangga mereka. Suami Petro kehilangan pekerjaan. Keadaan ini membuat mereka harus berganti peran.

"Dia bekerja untuk keluarga dengan mengurus rumah tangga termasuk mengurus anak, sementara saya kembali bekerja full time," kata Petro.

Menurut Petro, pelajaran yang bisa diambil, dia bisa mendapatkan gaji lebih tinggi ketika kembali bekerja. Sebab, kemampuan multitasking yang terlatih saat dia mengurus anak dan kebutuhan rumah tangga.

 


Betapa Sulitnya Jadi Ibu Rumah Tangga

Ilustrasi Foto Ibu Rumah Tangga (iStockphoto)

Adapun suaminya akhirnya memahami betapa sulitnya menjadi ibu rumah tangga. Sekaligus mengurus seluruh keperluan anak.

"Pada akhirnya, kami belajar, mengurus balita dan bekerja 12 jam per hari ternyata lebih sulit dari yang kami bayangkan," Petro menjelaskan.

"Dan saat suami saya mendapatkan pekerjaan kembali, kami menyerahkan seluruh urusan rumah tangga dan mengurus bayi kepada pengasuh profesional," Petro memungkasi kisahnya.

(Siska Amelie F Deil/Nurmayanti)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya