Belanja Online Laku Keras saat Pandemi Covid-19, Toko Fisik Terancam Tutup?

Kreativitas dapat menjadi kunci bagi toko-toko yang ingin tetap menjangkau pelanggan di tengah pandemi Covid-19.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Jul 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi Orang belanja online (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 banyak mengubah kebiasaan masyarakat dalam berbagai aktivitas, termasuk berbelanja.

Kebijakan beberapa negara untuk melakukan pembatasan sosial untuk memitigasi penyebaran virus Corona Covid-19 membuat banyak oleh memilih untuk belanja online. Dampaknya, tidak ada transaksi tatap muka seperti yang umunya terjadi sebelum pandemi.

Di sisi lain, situasi ini juga mendorong akselerasi perekonomian digital. Dimana para penjual mau tidak mau harus beralih pada strategi baru untuk mengikuti perkembangan pola konsumsi masyarakat ke arah digital.

Namun demikian, apakah perubahan ini akan menggerus pasar konvensional, dan benar-benar mengubah kebiasaan konsumen untuk benar-benar mengandalkan belanja secara online?

Profesor pemasaran di Bentley University Massachusetts, Lan Xia, mengatakan "Kita semua telah melihat-lihat pada suatu titik, melewati toko untuk melihat-lihat, tanpa niat untuk membeli," ujarnya dilansir dari BBC, Rabu (1/7/1010).

Xie menambahkan, dengan berbelanja secara konvensional di toko fisik, memungkinkan seseorang untuk membeli produk yang sebelumnya tidak ia inginkan. Terlebih, konsumen akan memperoleh pengalaman emosional terhadap produk yang berwujud.

Dalam temuannya, Xie juga menyebutkan bahwa alasan seseorang tertarik untuk menelusuri gerai tertentu dikarenakan desain dan pengalaman yang ditawarkan saat mengunjungi gerai tersebut.

“Tetapi dengan semua pembatasan ini akibat Covid-19 ini, konsumen akan membutuhkan alasan yang sangat bagus untuk pergi ke mal. Orang-orang akan mulai menemukan tempat lain untuk mengisi hubungan sosial itu,” kata Xie.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Showrooming

Ilustrasi belanja Online (iStockphoto)​

Tetapi, beberapa cara yang digunakan konsumen untuk browsing online sangat terkait dengan pengalaman toko. Mereka sering menggabungkan kemampuan untuk berbelanja online dengan mengunjungi toko, umumnya dikenal sebagai webrooming dan showrooming.

Webrooming adalah ketika konsumen menelusuri produk secara online sebelum mengunjungi toko untuk membeli, sedangkan showrooming bekerja secara terbalik, di mana konsumen menelusuri toko fisik sebelum membeli secara online.

Tidak seperti belanja di dalam toko, belanja secara online lebih efisien untuk membuat konsumen cepat menyelesaikan transaksi. Sehingga, dari sisi konsumen akan sangat membantu untuk berhemat, setidaknya pengalaman yang didapat saat berselancar secara daring relatif sama, sehingga lebih besar kemungkinan memunculkan kebosanan, dibandingkan melihat-lihat langsung di pusat perbelanjaan.

"Banyak pengecer besar multi-channel. Anda dapat berbelanja di toko, online, dikirim ke rumah Anda, dikirim ke toko, yang semuanya menangani pembelanja fungsional. Orang-orang kurang memiliki motivasi untuk pergi ke toko fisik dan menjelajah saat ini," kata Xie.

 


Kreativitas

Calon Konsumen membuka aplikasi situs belanja online di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Konsumen berburu diskon di salah satu situs jual beli online yang menawarkan beragam potongan harga khusus pada hari belanja online nasional (Harbolnas). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Orang-orang siap untuk berbelanja online, bahkan ketika toko membuka pintu lagi. Sebuah survei di Inggris baru-baru ini menunjukkan bahwa dua dari lima orang berniat untuk melakukan pembelian barang secara online daripada kembali ke toko ketika mereka membuka kembali.

Dengan perubahan perilaku pembelian seperti itu, kreativitas dapat menjadi kunci bagi toko-toko yang ingin tetap menjangkau pelanggan. Seperti menyediakan layanan belanja online, hingga efisiensi fisik toko yang bisa dialihkan untuk mengembangkan toko daringnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya