Studi: Karantina Wilayah Pengaruhi Kebiasaan Makan Anak Muda di Inggris

Peneliti Inggris menemukan perubahan kebiasaan menyantap cemilan pada anak muda dan kebiasaan makan bersama keluarga selama masa karantina wilayah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 04 Jul 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi makanan cepat saji (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Inggris menemukan perubahan kebiasaan menyantap camilan pada anak muda dan kebiasaan makan bersama keluarga selama masa karantina wilayah.

Menurut peneliti, ada 60% anak muda yang berpikir bahwa lebih banyak waktu makan bersama keluarga adalah hal positif untuk kesehatan dan kesejahteraan. Para pemuda dalam penelitian itu mengatakan mereka ingin terus makan bersama.

Penelitian dari Charity and the Thomas's Charity dan the Bite Back 2030 bertanya pada lebih dari 1.000 anak berusia 14 sampai 19 tahun.

Ketua umum pemuda Bite Back 2030 adalah Christina Adane, warga London berusia 16 tahun yang mengatur petisi untuk penyediaan makanan dan sekolah gratis selama liburan musim panas, yang didukung oleh pemain sepak bola Marcus Rashford.

"Saya tidak ingin kita menjadi korban iklan makanan cepat saji yang tak ada habisnya dan selebriti mendukung hal-hal yang semua orang tahu adalah buruk bagi kita," kata Adane mengutip BBC.

"Saya ingin menjadi bagian dari dunia di mana kesehatan kita adalah prioritas industri makanan."

Studi tentang konsumsi camilan selama karantina wilayah ini menemukan banyaknya anak muda yang mengonsumsi camilan yang tidak sehat, seperti keripik dan coklat selama isolasi mandiri. Di sisi lain, mereka juga lebih banyak berbagi makanan karena keluarga menghabiskan lebih banyak waktu di rumah bersama.

Simak Video Berikut Ini:


Terlihatnya Kesenjangan Sosial

Studi juga menemukan kesenjangan sosial yang melebar dalam makan yang sehat dan tidak sehat. Laporan ini menggambarkan kebiasaan makan makanan ringan sebagai konsekuensi negatif terbesar yang memengaruhi kebiasaan makan selama pandemi dengan peningkatan 40%.

Anak muda di keluarga yang miskin lebih mungkin untuk memakan camilan dan lebih sedikit makan buah dan sayuran segar daripada rekan-rekan mereka yang lebih kaya.

"Beberapa hari saya tidak makan banyak sama sekali karena saya tidak lapar, tetapi saya lebih banyak ngemil makanan kecil seperti coklat, yang sebelumnya tidak saya lakukan," kata seorang gadis berusia 16 tahun kepada para peneliti.

Tetapi ada juga kecenderungan untuk lebih banyak memakan makanan buatan sendiri bersama keluarga yang biasanya tidak mungkin dilakukan.

"Makanan selama periode ini memungkinkan saya untuk berhubungan kembali dengan anggota keluarga saya, kami telah memasak bersama dan menikmati makanan bersama. Saya ingin terus melakukannya," kata seorang wanita muda berusia 19 tahun dalam penelitian tersebut.

"Saya pikir saya ingin terus makan bersama dengan keluarga, saya benar-benar berusaha melakukan itu, karena kami biasanya tidak melakukannya, saya senang duduk dan makan bersama," kata seorang wanita berusia 18 tahun kepada para peneliti.

Peningkatan waktu makan bersama selama karantina wilayah ini lebih besar di antara keluarga kaya meskipun ada juga peningkatan di antara keluarga menengah ke bawah dan kebanyakan anak muda melihat ini sebagai hal yang lebih sehat dan lebih menyenangkan.

Sarah Hickey, direktur program obesitas di Charity and St Thomas 'Charity, mengatakan hal itu menunjukkan kesenjangan sosial dalam gizi semakin memburuk selama karantina wilayah.

"Bahkan sebelum pandemi, pilihan makanan keluarga sangat dibentuk oleh tempat mereka tinggal, dan latar belakang sosial ekonomi mereka," katanya.

"Penelitian ini menunjukkan bahwa kesenjangan ketimpangan dalam segi akses ke makanan bergizi telah semakin diperluas oleh karantina COVID-19."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya