Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juni 2020 sebesar 99,60 atau naik 0,13 persen dari catatan Mei 2020 sebesar 99,47. Angka ini pun masih jauh di bawah titik impas sebesar 100.
Kepala BPS, Suharyanto mengatakan kondisi nilai tukar petani yang di bawah titik impas berbahaya karena akan semakin menekan daya beli petani. Sebab, pendapatan para petani jauh lebih rendah dari pengeluaran.
Advertisement
"Harus cepat ditangani, bisa dibayangkan kalau harga yang diterima petani pendapatannya turun sementara konsumsinya, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi naik pendapatannya akan minus," kata dia di Kantornya, Jakarta, Rabu (1/7).
Kenaikan NTP Juni 2020 ini pun dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,23 persen, lebih tinggi dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,11 persen.
Sementara kenaikan juga dipengaruhi oleh naiknya NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu NTP Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,04 persen, Subsektor Peternakan sebesar 1,69 persen, dan Subsektor Perikanan sebesar 0,38 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Subsektor Hortikultura
Sementara itu, NTP pada dua subsektor lainnya mengalami penurunan, yaitu Subsektor Hortikultura sebesar 1,15 persen, dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,04 persen.
"Pada Juni 2020, NTP Provinsi Jambi mengalami kenaikan terbesar, yakni 2,63 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan tertinggi 2,33 persen," ucapnya.
Untuk diketahui, NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib).
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement