Liputan6.com, Jakarta - Komandan militer China dan India melakukan pertemuan, dekat wilayah perbatasan yang mereka sengketakan untuk kembali berunding. Pertemuan tersebut dilakukan menyusul bentrokan yang terjadi antarmiliter dari kedua belah pihak beberapa waktu lalu.
Setelah kedua negara saling mengerahkan pasukan dari kedua sisi, Komandan Angkatan Darat India Korps 14, Letnan Jenderal Harinder Singh, dan Mayor Liu Lin, Komandan wilayah militer Xinjiang Selatan, akhirnya bertemu pada Selasa 30 Juni .
Advertisement
Pertemuan yang digelar di pos terdepan Chushul yang dikuasai India, dekat danau Pangong Tso itu diketahui merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya yang dilakukan selama 11 jam pada 22 Juni.
Kedua negara sepakat untuk mencoba meredakan ketegangan dalam pertemuan pertama itu, yang meningkat akibat bentrokan mematikan pada 15 Juni.
Dalam insiden bentrokan yang terjadi di Lembah Galwan, setidaknya ada 20 tentara India yang terbunuh dan China kini masih memiliki sejumlah korban yang tidak ditentukan jumlahnya.
Kedua negara bersengketa mengenai perbatasan di kawasan tersebut dan belum mencapai kesepakatan untuk garis kontrol aktual yang memisahkan kedua belah pihak.
Kendati demikian, hal itu semakin meningkatkan risiko ketegangan.
Selain itu, insiden ini juga telah memicu sentimen nasionalis pada kedua negara, yang mungkin membuat penyelesaian lebih sulit untuk dicapai, demikian seperti dikutip dari South China Morning Post, Rabu (1/7/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Lebih Awal dari yang Diharapkan
Menurut profesor studi China di Universitas Jawaharlal Nehru New Delhi, Nehru Srikanth Kondapalli, pembicaraan yang diadakan itu berlangsung sedikit lebih awal dari yang diperkirakan.
Karenanya, hal itu dikatakan menandai pertemuan pertama yang digelar pada 22 Juni lalu tidak diselesaikan dengan keputusan yang positif.
"Para pemimpin dari kedua pihak tidak tenang, dan tidak banyak keputusan tentang kesepakatan yang tidak terjadi. Alih-alih menyelesaikan konflik, kedua pihak justru akan lebih masif lagi dalam mengeluarkan kekuatan," katanya.
Selain itu, menurutnya, setelah pertemuan pimpinan militer dari kedua negara tersebut, para diplomat menunjukkan reaksi yang "kaku".
Duta besar China untuk India, Sun Weidong, mengatakan kepada The Press Trust of India, pasukan India adalah pihak yang harusnya disalahkan karena melewati wilayah teritorial China.
Sementara tanggapan dari Duta besar India untuk China, Vikram Misri, memperingatkan kemungkinan adanya "riak dan dampak" bagi hubungan antarkedua negara.
Di seluruh India, muncul seruan untuk boikot barang-barang dari China. Karena itu, bisnis-bisnis impor di pelabuhan-pelabuhan India dilaporkan sedang mengalami penundaan.
Pemerintah India juga telah mengeluarkan larangan bagi 59 aplikasi dari China pada Senin 29 Juni, termasuk platfrom video kreatif yang populer seperti TikTok, termasuk Baidu Maps dan WeChat.
Dalam sebuah pidatonya kenegaraan, Perdana Menteri Narendra Modi menyampaikan belasungkawanya atas tentara India yang meninggal dalam insiden bentrokan itu dan mengatakan, "India yang mandiri akan menjadi penghormatan kepada para martir kami dalam arti yang paling benar dan terdalam."
Seorang spesialis Asia Selatan di Shanghai Municipal Centre for International Studies, Wang Dehua, berpendapat, bentrokan itu telah memberikan landasan bagi India untuk melakukan pendekatan kekerasan dengan China, yang menambah kesulitan menyelesaikan perselisihan.
Wang Dehua megungkapkan, "Modi berkomitmen untuk bersikap agresif kepada China, dan sentimen anti-China di India sedang menaik."
"Tidak mungkin untuk mengatakan apa yang akan mereka bicarakan di pertemuan hari ini, tapi mudah-mudahan ini akan menjadi proses untuk menurunkan eskalasi," ujar Wang Dehua.
Advertisement