Ditjen Pajak: PPN 10 Persen Produk Digital Bukan Hal yang Baru

Permasalahan yang terjadi sebelumnya adalah konsumen Indonesia harus menyetorkan sendiri Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jul 2020, 12:37 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk layanan pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penarikan pajak ini dijalankan setelah pemerintah menunjuk pelaku usaha untuk melakukan pemungutan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Hestu Yoga Saksama mengatakan, pengenaan PPN atas produk digital sebenarnya bukan barang baru. Sebab berdasarkan ketentuan, selama ini setiap pembelian barang digital dikenakan pajak sebesar 10 persen.

"PPN atas produk digital luar negeri yang 10 persen itu bukan sesuatu ketentuan yang baru jadi berdasarkan ketentuan yang ada selama ini pun kalau orang di Indonesia, badan di Indonesia siapa pun di Indonesia memanfaatkan produk produk digital yang berasal dari luar negeri itu sebenarnya sudah berutang Pajak Pertambahan Nilai 10 persen," ujarnya di Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Saat barang dari luar negeri masuk ke Indonesia pada prosesnya akan dicegat oleh pihak bea dan cukai. Hal itu dilakukan untuk mengenakan biaya bea masuk yang sudah ada dalam aturan. "Impor dari luar negeri dicegat di Bea Cukai kemudian boleh memanfaatkan," ucapnya.

Namun yang menjadi permasalahan adalah konsumen Indonesia harus menyetorkan sendiri PPN sebesar 10 persen. Oleh karena itu pemerintah ingin memperbaiki agar nantinya perusahaan yang membayarkan pajak pertambahan nilai ini.

"Problemnya adalah yang terjadi bahwa di ketentuan kita itu undang-undang PPN kita konsumen di Indonesia ini harus setor sendiri PajakPertambahan Nilai (PPN) 10 persen," jelas Hestu.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Reporter: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:


Siap-siap, Aturan Pungutan Pajak Netflix CS Bakal Berlaku 1 Juli 2020

Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Sebelumnya, layanan digital menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan teknologi saat ini. Ditambah lagi pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan laju persebaran virus Covid-19, membuat penggunaan layanan ini melonjak akibat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu untuk tetap di rumah. Sayangnya hal ini belum menjadi objek pajak yang maksimal di dalam negeri.

Namun, jika Anda adalah salah satu penikmat layanan streaming, seperti Netflix dan Spotify, Anda harus bersiap-siap untuk sedikit merogoh kocek lebih dalam.

Pasalnya, Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk layanan pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yang akan dikenakan mulai Agustus nanti. Sampai saat ini, setidaknya Pemerintah telah memastikan 6 pelaku usaha Luar Negeri (LN) yang siap menjadi pemungut PPN.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo mengatakan, jajarannya masih terus berkomunikasi dengan pelaku usaha penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) di luar negeri terkait kebijakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai untuk produk digital.

"Kami masih terus berjalan, kita terus berkomunikasi, paling tidak sudah ada enam lah pelaku usaha luar negeri yang sudah siap menjadi pemungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di awal periode," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di Jakarta, Kamis (25/6/2020).

Keenam pelaku tersebut rencananya akan segera diumumkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pada awal Juni.

Suryo mengatakan bahwa sesuai dengan ketentuan yang diatur, pelaku PMSE yang telah ditunjuk tersebut nantinya akan menyetorkan PPN yang dipungut pada masa setelah penunjukkan wajib pajak.

"Ini aturannya sedang dalam proses, jadi yang enam sudah ready Agustus," jelasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya