Liputan6.com, Jakarta - Dunia usaha tengah mengalami masalah krusial dalam menumbuhkan permintaan. Hal ini menjadi penting karena berapapun stimulus ekonomi yang disuntikkan tetap percuma jika tidak ada permintaan.
"Berapa pun stimulus yang diberikan, kalau masyarakat tidak bergerak maka situasinya menjadi lebih sulit," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani di Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (2/7/2020).
Advertisement
Hariyadi mengatakan sebenarnya pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meluncurkan aplikasi PeduliLindungi. Aplikasi ini sangat penting untuk menjaga kontrol terhadap penularan.
Sehingga orang yang sakit bisa disembuhkan dan orang yang sehat tetap bisa beraktivitas.
"Ini berguna, tapi tracing-nya kurang baik hingga masyarakat tidak tahu. Ini penting, masyarakat perlu tahu," kata dia.
Hariyadi juga mengatakan pelaksanaan restrukturisasi di lapangan masih banyak terkendala. Terutama sebagian dari bank menunjukkan kondisi yang tidak favorable.
Selain itu, masalah modal kerja yang dialokasikan pemerintah belum jelas. Anggaran Rp 30 triliun yang mengucur lewat bank BUMN diprioritaskan untuk sektor UMKM.
"Yang kami tanyakan Rp 30 triliun yang dieksekusi pemerintah itu untuk UMKM. Padahal korporasi selain UMKM yang diperlukan juga cukup besar," kata dia.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pengusaha Kritik Pengucuran Stimulus Ekonomi yang Berjalan Lambat
Sebelumnya, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani menilai pemberian stimulus ekonomi yang salah satunya restrukturisasi kredit berjalan lambat. Padahal stimulus ekonomi sangat dibutuhkan para pelaku usaha yang terdampak pandemi Covid-19.
"Kita lihat agak lambat dalam implementasinya dan kami mencoba mencari masukan dan kita akan tindaklanjuti," kata Roslan usai memenuhi undangan OJK di Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (2/7/2020).
Dalam rapat tersebut, penjelasan yang diberikan Ketua OJK Wimboh Santoso sesuai dengan prediksinya. Dunia usaha mengalami tekanan yang besar dan 50 persen diantaranya mengajukan restrukturisasi.
"Kita lihat yang minta restrukturisasi kredit sudah 50 persen, sudah Rp 500 triliun yang minta restrukturisasi," kata dia.
Roslan menjelaskan total permohonan restrukturisasi ke perbankan sudah berada di level Rp 1.350 triliun. Sebanyak 50 persen atau sekitar Rp 650 triliun dari jumlah tersebut sudah diberikan restrukturisasi.
Lambatnya implementasi stimulus ekonomi bisa menyebabkan peningkatan loan mencapai 40-45 persen dari yang ada saat ini pada akhir tahun. "Kalau tidak ada langkah-langkah konkret bisa berkembang sampai di level 40 sampai 45 persen." kata dia.
Sampai Desember 2020, perkiraan total pengucuran kredit yang ada di perbankan mencapai Rp 5.750 triliun. Sehingga estimasi angka restrukturisasi akan mencapai Rp 1.200 triliun di akhir tahun.
Maka, sambung Roslan, diperlukan langkah-langkah tepat untuk mendorong para pengusaha atau pelaku UMKM agar kembali menjalankan aktivitas ekonomi. Saat ini memang prosesnya sudah mulai di restrukturisasi kredit.
Setelah itu, dunia usaha membutuhkan suntikan modal kerja baru di tahap selanjutnya. "Kami pun meminta harus ada tahapan selanjutnya buat modal kerja baik untuk UMKM dan dunia usaha," katanya mengakhiri.
Advertisement