Liputan6.com, Amerika Serikat - Petugas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) Amerika Serikat menyita pengiriman 13 ton produk kecantikan seperti tenun dari Xinjiang, China, yang diduga terbuat dari rambut manusia di Pelabuhan New York. Menurut CPB, pengiriman produk-produk yang bernilai lebih dari US$ 800.000 menandakan kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia atas kerja paksa dan hukuman penjara di Xianjiang.
Xinjiang adalah daerah pedesaan otonom di barat laut China dan rumah bagi sekitar 11 juta orang Uighur, etnis minoritas yang mayoritas Muslim dengan budaya dan bahasa yang berbeda. Bahkan hingga saat ini, penduduk Uighur di Xianjiang melebihi China Han, etnis mayoritas yang hanya memenuhi sisanya.
Advertisement
Setelah diselidiki, Departemen Luar Negeri AS memperkirakan lebih dari 1 juta warga Uighur telah ditahan dalam jaringan besar-besaran di kamp-kamp interniran di Xinjiang, mengingat banyaknya produk yang dikirimkan. Mereka juga dilaporkan menjadi sasaran penyiksaan, perlakuan kejam, dan tidak manusiawi seperti penganiayaan fisik dan seksual, kerja paksa, hingga kematian.
Seperti dilansir CNN (3/7/2020), selain indoktrinasi politik, mantan tahanan juga mengaku mereka mengalami kurang tidur, kekurangan makanan, dan suntikan paksa. Bukan hanya sekali, ini merupakan kedua kalinya dalam tahun ini CBP menyita produk-produk dari China yang diduga dibuat dari rambut manusi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Diduga Langgar HAM
Brenda Smith, asisten komisaris eksekutif Kantor Perdagangan CBP mengatakan, "Sangat penting bagi importir Amerika untuk memastikan bahwa integritas rantai pasokan yang diterima memenuhi standar manusiawi dan etika yang diharapkan oleh pemerintah Amerika dan oleh konsumen Amerika."
"Produksi barang-barang ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, dan perintah penahanan dimaksudkan untuk memberitahukan kepada semua entitas yang ingin melakukan bisnis dengan Amerika Serikat bahwa praktik ilegal dan tidak manusiawi tidak akan ditoleransi dalam pasokan AS," tambah Smith.
China menghadapi pengawasan internasional atas perlakuannya terhadap Uighur terjadi pada Juni, sejak Presiden Trump menandatangani undang-undang yang bertujuan untuk menghukum Beijing karena penindasannya terhadap etnis minoritas. Namun, menurut John Bolton yang ia tuliskan pada bukunya yang berjudul "The Room Where It Happens", Trump mengatakan kepada Presiden China Xi Jinping, pada 2019 bahwa ia harus "terus membangun kamp-kamp." Trump berpikir itu "hal yang tepat untuk dilakukan."
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul
Advertisement