Jokowi Harap Status Negara Menengah Atas Bawa RI Keluar dari Middle Income Trap

Jokowi mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersyukur atas status menjadi negara berpenghasilan menengah atas.

oleh Nurmayanti diperbarui 03 Jul 2020, 14:30 WIB
Presiden Joko Widodo. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku bersyukur Indonesia naik status menjadi negara berpendapatan menengah atas ​​​​​dari sebelumnya menengah bawah oleh Dunia pada 1 Juli 2020.

“Kemarin, status Indonesia telah naik dari lower middle income country menjadi upper middle income country," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti melansir Antara, Jumat (3/7/2020).

Ia mengatakan saat ini gross national income, perkapita Indonesia naik menjadi USD 4.050 dari posisi sebelumnya USD 3.840.

Jokowi mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersyukur atas status baru jadi negara menengah atas tersebut.

“Kenaikan status ini harus kita syukuri dan kita perlakukan sebagai sebuah peluang agar negara kita Indonesia terus maju, melakukan lompatan kemajuan agar kita menjadi negara berpenghasilan tinggi dan berhasil keluar dari middle income trap," katanya.

Secara khusus, Presiden mengajak keluarga besar Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk juga terus berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Presiden juga berharap ITB terus menciptakan SDM yang unggul dan andal serta menghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi rakyat dan masyarakat.

“Selamat ulang tahun ke-100 ITB, dirgahayu Institut Teknologi Bandung,“ kata Presiden Jokowi saat menutup pidatonya.

Saksikan video di bawah ini:


Pengusaha Nilai Indonesia Belum Siap Dapat Status Negara Menengah Atas

Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

Bank Dunia menaikkan status Indonesia dari middle income country menjadi upper middle income country atau negara menengah atas. Kenaikan status tersebut diberikan berdasarkan assessment Bank Dunia terkini, Gross National Income (GNI) per capita Indonesia 2019 naik menjadi USD 4.050 dari posisi sebelumnya USD 3.840.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jakarta Sarman Simanjorang, menilai kenaikan status tersebut belum tepat, karena pendapatan perkapita Indonesia masih rendah.

"Kalau dari indikator di atas sih belum ya karena pendapatan perkapita kita juga masih rendah, jumlah pengusaha kita juga masih di bawah 3 persen, jumlah pengangguran dan golongan miskin kita masih tinggi, kita masih butuh waktu proses ke arah sana," kata Sarman kepada Liputan6.com, Kamis (2/7/2020).

Namun, menurut Sarman jika dilihat dari sisi kedudukan tentu bangga jika status Negara Indonesia peringkatnya dari negara berkembang menjadi negara menengah atas atau maju.

Kendati begitu, ia masih mempertanyakan apakah memang negara Indonesia sudah layak menyandang gelar negara maju atau menengah atas ditinjau dari aspek angka pengangguran, pendapatan per kapita, laju pertumbuhan hidup, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, posisi sejtor industri dan Jasa menjadi sektor perekonomian utama dan sektor pendidikan.

"Ini perlu di evaluasi pemerintah sejauh mana indikator itu sesuai dengan kondisi kita saat ini. Karena jika kita nanti masuk dalam peringkat negara itu, maka berbagai bantuan yang kita terima dari lembaga-lembaga dunia dan negara maju akan berkurang," uajrnya.

Karena sebaliknya dengan menyandang status negara menengah atas, Indonesia dipandang negara yang sudah layak membantu negara yang sedang berkembang. Padahal kata Sarman, disisi lain kita masih membutuhkan bantuan dalam berbagai bidang.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya