Episode Baru Penyidikan Dugaan Korupsi PDAM Makassar

Penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar telah beralih dari bidang Intelijen ke bidang Pidana Khusus Kejati Sulsel. Bagaimana penyelidikan selanjutnya?

oleh Eka Hakim diperbarui 04 Jul 2020, 10:00 WIB
Kejati Sulsel mengaku terus menggenjot penyelidikan dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus menggenjot penyelidikan dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar yang ditaksir merugikan negara ratusan miliar.

Penyelidikan kasus tersebut diketahui telah beralih dari bidang Intelijen ke bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel).

"Pemeriksaan saksi-saksi masih berjalan tidak berhenti," singkat Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil saat ditemui di ruangan kerjanya, Jumat (3/7/2020).

Hanya saja ia belum dapat mengumbar siapa-siapa pihak terkait yang telah diperiksa kembali oleh penyidik bidang pidsus.

"Saya belum dapat informasi dari penyidik pidsus soal itu. Nanti hari Senin saya coba tanyakan," tutur Idil.

Sebelumnya, beredar video Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Jaksa Agung.

Dimana dalam video RDP berdurasi sekitar dua menit tersebut, seorang anggota Komisi III DPR, Supriansa mengadukan kinerja Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kepada Jaksa Agung khususnya terkait dengan penanganan sejumlah kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah yang berdekatan dengan dapil pemilihannya di Sulsel.

Dihadapan Jaksa Agung, Supriansa meminta agar kinerja Kejati Sulsel dievaluasi. Sejumlah kasus-kasus korupsi yang telah ditanganinya ramai menjadi bahan pembicaraan. Bahkan, lanjut dia, beberapa kasus yang terkait dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setiap hari menjadi berita dan benar-benar ribut.

Tak hanya itu, mantan Wakil Bupati Soppeng itu juga membeberkan adanya peran seseorang yang dinilai bisa melindungi semua orang yang diduga terperiksa di Kejati Sulsel. Dan ketika seseorang yang dimaksud itu berbicara dihadapan Kajati, juga langsung didengar.

"Saya minta kalau modelnya seperti itu Kajatinya, tarik aja Kajatinya itu. Tidak bisa dibiarkan seperti itu modelnya. Merusak namanya penegakan hukum," tutur Supriansa.

 


Kasus PDAM Makassar Beralih ke Tangan Pidsus

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Firdaus Dewilmar sebelumnya mengatakan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Makassar telah diserahkan penyelidikannya oleh bidang Intelijen Kejati Sulsel ke bidang Pidana Khusus Kejati Sulsel.

"Itu sudah naik ke Pidsus," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar ditemui di Kantor Kejati Sulsel, Selasa 16 Juni 2020.

Pihak-pihak yang sudah menjalani pemeriksaan di bidang Intelijen, kata dia, tentunya kembali diperiksa intensif oleh penyidik bidang Pidana Khusus (Pidsus).

"Penyelidikan di Pidsus itu sifatnya pendalaman lagi," ujar Firdaus.

Penyidik Pidsus, lanjut dia, akan fokus menyelidiki adanya pengendapan dana cadangan dan dividen milik PDAM Makassar yang nilainya ditaksir mencapai Rp80 miliar di Asuransi Bumiputera.

Pengelolaan dana cadangan dan dividen itu sendiri diketahui dikelola sendiri oleh internal perusahaan daerah tersebut.

Pengendapan dana yang nilainya cukup besar itu, ditemukan setelah tim penyidik Intelijen Kejati Sulsel mendalami adanya dugaan kebocoran dana tantiem (hadiah untuk karyawan yang bersumber dari keuntungan perusahaan), bonus pegawai dan kelebihan pembayaran beban pensiunan.

"Setelah ditelaah ternyata potensi dikorupsi paling besar itu ada pada sektor pengelolaan dana cadangan dan dividen. Nah Pidsus akan fokus kesitu," terang Firdaus.

Ia menjelaskan bahwa dana cadangan yang dikelola oleh internal PDAM Makassar, besarannya 20 persen dari laba perusahaan. Sementara dana dividen, kata dia, nilainya 45 persen dari laba perusahaan.

"Kita melihat ini sangat rawan apalagi sistemnya dikelola sendiri oleh mereka," kata Firdaus.

Mengawali penyelidikan, penyidik bidang Pidsus akan mempelajari dokumen laporan pertanggungjawaban pengelolaan angaran PDAM Makassar tahun 2010 hingga 2019.

"Kasus PDAM ini oleh Intelijen ditemukan adanya deviden yang tidak terpenuhi dan merupakan temuan BPK namun ini tidak ditonjolkan," jelas Firdaus.

 


Mantan Wali Kota, Pejabat Pemkot hingga Bumiputera Turut Diperiksa

Mantan Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto memberikan keterangan pers usai memberikan keterangan dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Dalam tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar, Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah pihak yang terkait.

Selain mantan Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto, tampak sejumlah pejabat teras Pemerintah Kota Makassar dan jajaran Direksi PDAM Makassar tak luput dari pemeriksaan.

Kemudian tak berhenti disitu, Kejati kembali mengagendakan pemeriksaan terhadap pihak Asuransi Bumiputera dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Semua sudah diambil keterangan oleh penyidik Intelijen," ucap Firdaus.

Ia juga menegaskan akan memeriksa mantan Wali Kota Makassar dua periode, Ilham Arif Sirajuddin serta sejumlah legislator kota Makassar periode itu.

"Dari total temuan BPK di PDAM kan jumlahnya Rp31 miliar. Itu akumulasi dari tahun 2003 hingga 2018 sehingga pihak-pihak di periode itu kita akan panggil diantaranya Wali Kota jaman itu," kata Firdaus.

Pemanggilan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar diperiode tahun 2003 hingga tahun 2018, lanjut dia, juga tak luput dari panggilan untuk diambil keterangannya.

"Ada Komisi B misalnya yang merupakan mitra kerja PDAM itu kita panggil juga untuk mengetahui sejauh mana fungsi pengawasan yang mereka jalankan dalam mengontrol pelaksanaan anggaran oleh perusahaan plat merah milik Pemkot Makassar tersebut," jelas Firdaus.

 


Awal Mula Kasus PDAM

Diketahui, kasus dugaan korupsi di lingkup PDAM Makassar bermula dari adanya laporan salah satu LSM di kota Makassar.

Mereka melaporkan kasus tersebut berdasarkan adanya alat bukti berupa hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2018.

Dimana dalam LHP BPK bernomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 itu memuat adanya lima rekomendasi baik untuk Pemkot Makassar maupun PDAM sendiri.

Dari lima rekomendasi yang ada, dua diantaranya dinilai berpotensi ke ranah hukum.

Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar diperiode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.

Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar diperiode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.

Atas dua poin rekomendasi BPK itu, salah satu LSM di Makassar yang dimaksud menilai terjadi masalah hukum karena terjadi kelebihan pembayaran yang nilainya mencapai Rp31.448.367.629 miliar.

Lebih jauh mereka mengaitkan temuan dan rekomendasi BPK tersebut dengan pelanggaran terhadap UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya