Liputan6.com, Jakarta - Restoran cepat saji Burger King atau BK telah berkomitmen untuk menghapuskan secara bertahap penggunaan telur dari sistem yang kontroversial dengan mengurung ayam dalam kandang baterai, di Indonesia.
Keputusan tersebut diambil setelah dialog yang dilakukan dengan Act for Farmed Animals. Act for Farmed Animal adalah kampanye bersama yang dilakukan oleh Organisasi Non-profit Animal Friends Jogja dan Sinergia Animal untuk mengurangi penderitaan hewan ternak di Indonesia dan mendorong pemilihan makanan yang lebih bijak dan berwelas asih.
“Komitmen pertama yang diambil oleh salah satu perusahaan makanan cepat saji di dunia memiliki potensi yang besar untuk mengurangi penderitaan jutaan hewan di Indonesia, dan kami harap banyak perusahaan lain yang mengikuti jejaknya,” ungkap Fadilah Rahma, Manajer Komunikasi Act for Farmed Animals.
Baca Juga
Advertisement
Praktek memasok telur dari peternakan bebas kandang memang cukup baru bagi industri makanan di Indonesia, namun hal itu adalah tren yang terus meningkat di seluruh dunia. Saat ini, lebih dari 1.000 perusahaan di seluruh dunia telah mendeklarasikan kebijakan untuk hanya memasok telur bebas kandang dari rantai pasoknya.
Contohnya, banyak perusahaan internasional seperti Sodexo, Compass Group, Nestlé, and Unilever telah berkomitmen untuk berhenti memasok telur dari kandang baterai di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selain itu, kandang baterai juga telah dilarang di seluruh Uni Eropa dan banyak negara bagian di Amerika Serikat.
Burger King telah memiliki 147 gerai dan 7 juta pelanggan di 7 kota di Indonesia, dan komitmen tersebut berlaku di semua gerai yang beroperasi saat ini dan juga seluruh gerai yang akan dibuka ke depannya. Transisi tersebut akan selesai pada 2027.
Indonesia merupakan produsen telur terbesar di Asia Tenggara, dan merupakan negara ketiga tertinggi di antara negara dalam Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (setelah Amerika dan Cina). Mayoritas dari 150 juta ayam di Indonesia dibesarkan di kandang baterai, sistem yang termasuk dalam salah satu praktek terkejam dalam industri peternakan.
Ayam menghabiskan seluruh hidupnya dalam ruang gerak yang lebih kecil dari kertas A4, dimana mereka tidak bisa leluasa berjalan atau merentangkan sayapnya.
Akibat kandang yang terlalu penuh, tubuh ayam yang mengalami kontak secara terus menerus dengan jeruji kandang membuatnya kehilangan bulu-bulunya. Kurangnya gerak fisik menyebabkan mereka mengalami penyakit tulang dan patah tulang yang menyakitkan.
Peternakan bebas kandang baterai dapat secara signifikan mengurangi penderitaan ayam tersebut, dan dapat memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan perilaku alaminya, seperti bergerak bebas, bersarang, mematuk, dan bertengger.
Selain itu, kondisi keamanan pangan di peternakan kandang baterai juga menjadi kekhawatiran utama. Banyak studi yang telah dilakukan di Uni Eropa memperlihatkan resiko kontaminasi salmonella di kandang baterai lebih tinggi secara signifikan daripada di peternakan bebas kandang baterai.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), salah satu tipe salmonella yang paling umum “diestimasikan menyebabkan 93.8 juta kasus gastroenteritis akut dan 155.000 kematian secara global setiap tahunnya, diperkirakan 85 persennya dapat ditularkan melalui makanan”.