Liputan6.com, Jakarta Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan aspek kehidupan manusia. Dari sektor kesehatan, sosial, hingga perekonomian. Kondisi ini terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia.
Saat pandemi terjadi, pemenuhan kebutuhan pangan tentu menjadi perhatian, karena bukan hal yang bisa ditunda.
Advertisement
Sektor pertanian yang mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) menyediakan pangan pun ikut terganggu pandemi. Sistem produksi, distribusi, komunitas pertanian, transportasi hasil panen, termasuk jalur pasokan ke konsumen juga terganggu.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan upaya menjaga pasokan pangan dalam masa pandemi Covid-19. Disebutkan bahwa pada MT II target tanam seluas 5,6 juta hektare. Dari sini pada periode Juli sampai Desember akan terdapat 12,5 juta-15 juta ton beras.
Namun, untuk mencapai ketahanan pangan, dibutuhkan bantuan banyak pihak, tak semata langkah pemerintah.
Upaya menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan pun terus dilakukan. Termasuk dengan terus mendorong agar sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, khususnya generasi milenial, bisa tertarik dengan dunia pertanian. Langkahnya melalui berbagai pelatihan secara online. Salah satunya program Bertani On Cloud, agar ketahanan pangan semakin menguat.
Liputan6.com berkesempatan mendapatkan penjelasan tentang program Bertani On Cloud ini bersama Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi. Berikut petikan wawancara khusus dengan Kepala BPPSDM:
Bagaimana dukungan BPPSDMP dalam ikut menciptakan ketahanan pangan di Indonesia di tengah pandemi?
Covid-19 memang meluluhlantakkan aspek kehidupan kita. Sektor pariwisata sudah jatuh duluan, termasuk sektor pertanian yang mempunyai tupoksi menyediakan pangan pasti terganggu. Di mana, sistem produksi kita terganggu, sistem distribusi komunitas pertanian kita juga terganggu. Bahkan, transportasi hasil panen juga terganggu, termasuk transportasi untuk mengirimkan hasil panen ke konsumen juga terganggu.
Berarti memang sistem ketahanan pangan kita terganggu karena Covid-19. Namun demikian berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang sudah diolah Kementerian Pertanian, Insya Allah sampai dengan Agustus dan September kebutuhan pokok 11 komoditas itu aman.
Memang ada beberapa yang masih impor seperti gula pasir, daging sapi, dan daging kerbau kemudian juga bawang putih, sampai dengan saat ini impor. Ke depan, kita harus memikirkan agar kita mampu menyediakan pangan sendiri. Berarti kita harus memanfaatkan pangan lokal kita.
Saat ini, bawang putih lokal kita sebetulnya ada dan lumayan produktivitasnya. Kalau kita genjot dan kembangkan terus kita bisa swasembada. Gula pasir sebetulnya kita punya juga, walaupun produksi belum memenuhi kebutuhan kita, sehingga terpaksa harus impor.
Kemudian daging sapi tentu sebetulnya protein hewani itu baik. Ada juga ayam, banyak juga di kita domba dan sebagainya. Alternatif itu yang harus kita kembangkan.
Kalau ditanya bagaimana support BPPSDM terhadap ketahanan pangan, tentu kita support dari SDM nya. SDM pertanian itu ya petani. Siapa lagi ya praktisi pertanian dan penyuluh pertanian. Itu kita genjot agar mereka terus berproduksi.
Jadi penyuluh harus tetap turun ke lapang, ke sawah, ladan,g untuk mendampingi petani untuk genjot produksi, karena produksi tidak boleh delay, tidak boleh tertahan apalagi terlambat.
Kalau produksi terlambat, artinya nanti produksi pangan terlambat juga, sehingga masalah pangan bisa menjadi soal. Ini yang tidak boleh terjadi. Karena itu, dalam situasi dan kondisi apa pun, pertanian itu harus jalan terus, maka petani harus turun ke lapang untuk mendampingi.
Bagaimana mengolah tanah yang baik, memilih varietas yang bagus, dan bagaimana cara menggunakan transplanter. Dan mengelola gulma, bagaimana cara mengelola panen, cara skill panen menggunakan dryer dan sebagainya sampai panen kita ke pasar.
Sehingga petani itu mendapatkan keuntungan yang layak dan maksimal. Kalau begitu, maka dia pasti akan terdorong untuk melakukan produksi berikutnya.
Intinya kontribusi BPPSDM itu bagaimana kita mendorong SDM pertanian, penyuluh, praktisi pertanian untuk terus berproduksi dan meningkatkan produktivitas.
Bagaimana dengan instrumen teknologi dan pembiayaan dalam pertanian?
Yang namanya pengungkit produktivitas yang pertama adalah inovasi teknologi dan sarana dan prasarana. Ada juga kebijakan peraturan perundangan, dan tak kalah penting adalah SDM pertanian.
Jadi, pengungkit produktivitas dan pengungkit produksi itu adalah inovasi teknologi. Hanya bagaimana masalahnya agar inovasi teknologi itu betul-betul diimplementasikan seluruh insan pertanian, praktisi, pengusaha pertanian itu yang paling penting.
Sehebat apa pun inovasi teknologi kalau tidak ada diimplementasikan, ya tidak akan memberikan kontribusi apa pun.
Sebetulnya yang paling sulit adalah rekayasa sosialnya. Bagaimana mengubah perilaku petani dan mindset petani agar dia itu mau, dan mampu serta merasa terpanggil untuk mengimplementasikan teknologi tersebut.
Apakah benar jumlah petani yang terus berkurang membuat kekuatan ketahanan pangan tergerus?
Kalau tergerus itu sebenarnya tidak juga. Tapi memang kita harus waspada kita harus antisipasi jadi saat ini ini komposisi dari petani kita sebagian umur produktif jadi umur 40 tahun ke atas petani kita itu kurang lebih 70 persen.
Sedangkan umur 40 tahun ke bawah kurang lebih 29 persen, kurang dari 30 persen. Itu berarti 10 tahun kemudian, umur produktif ini akan masuk ke umur yang kurang produktif. Artinya umur yang di atas 50 tahun yang kurang produktif, apalagi di atas 60 tahun produktivitasnya pasti berkurang.
Ini menjadi tantangan kita. Oleh karena itu, umur milenial atau yang kurang dari 40 tahun kita sebut sebagai umur milenial atau petani milenial yang lebih dari 40 tahun disebut kolonial. Artinya petani yang sudah tua yang jadi tantangan ini.
Bagaimana menciptakan petani-petani milenial itu sebanyak-banyaknya di saat yang sama. Bagaimana kita mencetak petani milenial agar betul-betul profesional menguasai bidangnya di sektor pertanian. Kemudian di saat yang sama dia juga harus mampu berdaya saing.
Saat ini yang namanya komoditas pertanian bukan hanya di Indonesia. Di seluruh negara juga diproduksi. Mereka sama-sama ekspor sama-sama menghasilkan. Oleh karena itu, daya saing ini menjadi kata kunci.
Saksikan video di bawah ini:
4. Bagaimana langkah Kementan mencari petani-petani baru Ini?
Saat yang sama petani milenial ini harus mempunyai jiwa entrepreneurship yang tinggi. Artinya jiwa wirausaha yang tinggi. Yang bisa memberikan kesinambungan atau sustainability dari usaha pertanian itu adalah keuntungan.
Keuntungan itu didapatkan dari usaha pertanian yang baik, kemudian pertanian yang bagus itu bisa dilaksanakan para petani milenial yang berjiwa entrepreneurship yang tinggi. Artinya yaitu mempunyai kepekaan terhadap peluang-peluang keuntungan.
Petani yang peka itu melihat sampah saja atau sisa-sisa itu bisa menjadi uang bisa dibuat menjadi kompos kemudian dikemas yang bagus, dan dijual.
Bayangkan dari sampah bisa jadi uang. Kalau yang punya jiwa entrepreneurship mereka bisa membaca itu, itulah yang kita harapkan.
Bisa diceritakan mengenai program Bertani On Cloud?
Bertani On Cloud sebetulnya salah satu cara kita, utamanya saat ini di dalam rangka meningkatkan kapasitas para petani, dan meningkatkan keterampilan para petani di dalam berusaha taninya.
Sebetulnya kita mempunyai banyak channel ada melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan jalur pelatihan. Nah, bertani On Cloud ini adalah salah satu cara kita mengadakan pelatihan kepada para petani milenial praktisi UMKM. Namanya juga on cloud jadi dalam bentuk virtual. Tentu saja Ini memerlukan sarana dan prasarana IT.
Kalau petani milenial dan sudah maju itu, mereka minimal punya android dan mempunyai tablet atau laptop. Jadi mereka bisa memanfaatkan itu, kemudian akses program kita Bertani on Cloud.
Sebetulnya cara sekarang bagaimana melatih petani pemupukan yang baik, menggunakan alat-alat mesin pertanian. Bagaimana caranya merawat tanaman agar terhindar dari hama dan penyakit, bagaimana caranya mengolah hasil tani.
Misalnya untuk komoditas ubi saja. Bagaimana ubi itu tidak langsung dijual dalam bentuk ubi, tapi dibuat keripik dulu, tapi dibuat tepung dulu, dibuat snack dulu, kemudian di-packaging yang bagus.
Kalau dijual ubi langsung paling harganya cuman Rp 4.000 atau Rp 5.000 per kilogram. Tapi kalau sudah jadi cemilan 100 gram saja bisa dijual Rp 8.000 sampai Rp 9.000. Artinya 1 kilogram itu bisa menghasilkan ratusan ribu rupiah.
Bagaimana kita mengolah hasil panen menjadi produk-produk turunan yang biasa dikerjakan oleh UMKM, menjadi materi di dalam Bertani On Cloud.
Jadi pertanian On Cloud itu bagaimana cara pelatihan pertanian berusaha tani dari hulu sampai hilir. Bahkan, dari hulunya itu bagaimana cara petani mendapatkan modal himbara atau bank-bank negara menyediakan kredit usaha rakyat. Itu bunganya sangat rendah, hanya 6 persen.
Nah, setelah mendapatkan modal kemudian bagaimana caranya petani mengolah tanah. Saat ini ada roda traktor roda dua dan roda empat. Itu akan lebih efektif. Dengan menggunakan mesin, kemudian bagaimana cara menggunakan transplanter menanam yang baik dan cara pemupukan berimbang yang bagus.
Bagaimana cara bikin kompos, bagaimana cara-cara yang lainnya dan mengolah hasil panen menjadi produk-produk turunan yang memberikan nilai tambah yang lebih besar lagi. Di situlah kita belajar di Bertani On Cloud.
Sejauh ini bagaimana perkembangan program Bertani On Cloud?
Luar biasa ini ternyata peminatnya, sehingga setiap hari bisa sampai 2 kali dalam seminggu pada Selasa dan Kamis. Tapi karena peminatnya berlimpah sementara kemampuan Zoom terbatas, kita sering juga ada bisa dilihat di Facebook melalui live streaming atau di YouTube.
Jadi satu kali running, jumlah pesertanya bisa 4.000-5.000 orang itu luar biasa sekali. Saat ini sudah mencapai volume 23 artinya sudah 23 kali Bertani on Cloud diadakan. Bayangkan satu volume itu dua kali pagi dan sore.
Kenapa? karena peminatnya banyak, sementara kemampuan kita kapasitas kita terbatas. Jadi luar biasa peminat dari Bertani on cloud, karena ternyata pesertanya bukan hanya petani, para praktisi, tetapi juga termasuk UMKM ikut.
Mereka ingin mengetahui bagaimana cara membuat keripik, cara membuat nugget, kemudian cara membuat susu menjadi produk-produk turunan berikutnya. Ini luar biasa peminatnya.
Saya sangat senang dan puas ternyata pelatihan pertanian kita banyak peminatnya dan Insya Allah akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas pangan.
Apa harapan Kementan dari program Bertani On Cloud?
Kita berharap ada transfer pengetahuan yang betul-betul bisa dimanfaatkan dan betul-betul bisa diimplementasikan di lapangan. Materi-materi Bertani on Cloud itu di mulai dari hulu sampai hilir.
Misalnya dari hulu bagaimana cara membuat kompos yang bagus. Kita semua berharap agar para petani dan penyuluh mengimplementasikan membuat kompos sendiri dan mempraktikkan kompos di lahan sendiri, kemudian menggunakan komposnya.
Kita semua tahu bahwa pembuatan kompos bisa meningkatkan produktivitas tanah. Di saat yang sama juga akan meningkatkan produksi pertanian, dan juga di saat yang sama bisa mengurangi kebutuhan pupuk kimia bisa sampai 10 persen.
Kebutuhan pupuk kompos kan itu luar biasa menghemat kebutuhan pupuk, di saat yang sama serta meningkatkan produktivitas. Jadi, kita memiliki dua keuntungan yang luar biasa dari pembuatan kompos.
Harapan kita setelah mereka menonton Bertani on Cloud ini bisa mengimplementasikan pembuatan kompos di lapangan. Begitu pula saat ini, kemarin harga ayam jatuh karena sistem distribusi terganggu dan transportasi terganggu.
Dulu yang namanya restoran dan hotel selalu menelepon ke peternakan bahwa perlu daging ayam sekian ton setiap minggu, dan sebagainya. Begitu ada Covid-19, lockdown dan PSBB. Namanya restoran, hotel tutup, dan orderan menjadi terhambat.
Padahal, produksi masih berlangsung sehingga harga di tingkat peternak langsung jatuh. Itu karena peternak biasanya jual dagingnya bahkan ayam yang masih hidup dijual.
Coba kalau dibikin nugget dulu. Jadi dari daging ayam itu, sebab kalau nugget bisa bertahan lama bisa disimpan di freezer dalam waktu sekian bulan masih segar.
Selain itu, daging ayam kemarin cuma Rp 6.000 sekilo. Karena harganya turun jatuh, padahal normalnya Rp 18.000 tapi kalau sudah menjadi nugget semakin meningkat harganya.
Advertisement
8. Apakah Bertani on Cloud bisa mendongkrak ketahanan pangan?
Menurut penelitian Ary Ginanjar, seorang motivator yang hebat, dari hasil penelitiannya menemukan ada tiga faktor pengungkit produktivitas.
Pertama, adalah inovasi teknologi dan sarana dan prasarana itu memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas 25 persen. Kedua, juga ada kebijakan peraturan perundangan itu juga memberikan kontribusi kurang lebih 25 persen. Ketiga, ternyata yang 50 persen itu adalah kontribusi dari sumber daya manusia.
Itu kata kuncinya sekarang, bagaimana caranya mencetak sumber daya manusia yang betul-betul bisa mengimplementasikan teknologi.
Yang betul-betul memanfaatkan sarana dan prasarana dan bisa taat terhadap semua kebijakan dengan memanfaatkan peraturan perundangan dan sebagainya. Ini agar produktivitas meningkat secara tajam dengan cara pelatihan.
Dengan pelatihan, kualitas sumber daya manusia kemudian juga ilmunya bargaining position pasti akan meningkat, dengan melakukan pelatihan. Salah satu bentuk pelatihan adalah dengan cara Bertani on Cloud.
Jadi, kita yakin sekali dengan pelatihan kualitas sumber daya manusia pertanian atau kapasitas dari SDM pertanian kita itu pasti meningkat. Di saat yang sama akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas berarti dia bisa meningkatkan produksi komoditas pertanian.
Apakah sudah ada laporan yang mengimplementasikan hasil dari pelatihan Bertani on Cloud?
Bertani on Cloud kan belum lama. Kalau tidak salah, mulainya itu sejak adanya Covid-19. Dulu kita manual artinya face to face dan tidak langsung praktik di lapangan dan sebagainya. Itu karena Covid-19 tidak memungkinkan.
Karena itu, kita melalui virtual tetapi virtual yang benar-benar mirip kondisi sebenarnya, karena di saat yang sama kita memberikan video-video langsung di lapangan.
Misalnya bagaimana caranya bercocok tanam yang benar, bagaimana caranya memberikan pupuk yang benar, bagaimana caranya merawat dari gulma, nah itu ada videonya dan diajarkan.
Saya yakin dari aktivitas pelatihan bertani on cloud itu akan memberikan peningkatan kapasitas dari SDM pertanian. Kemarin memang baru dilakukan evaluasi dari teman-teman dan hasil evaluasinya masih digodok, sejauh mana efektifitas dari bertani ini secara kuantitas, itu jelas luar biasa terbukti dari followers terlihat.
Program kita itu bayangkan setiap acara Bertani on Cloud sampai 4.000-5.000 peserta dari yang live streaming maupun di zoom, itu sangat luar biasa. Saya sangat berharap dari kuantitas ini ini ada ada penaikan kualitas.
Melalui Whatapps banyak yang bercerita bahwa dia sudah mengimplementasikan, misalnya teknologi mengenai pemupukan berimbang yang sudah disampaikan, artinya sudah mulai mereka itu mengimplementasikan cuman masalah waktu produktivitas itu pasti meningkat.
Apakah Bertani On Cloud ini bisa diikuti siapa saja?
Siapa pun boleh, tapi memang sasaran utama kita adalah petani, penyuluh, praktisi pertanian, dan UMKM.
Sebetulnya sasaran utama kita ke sana, tapi ternyata akademisi juga banyak yang ikut, ibu-ibu rumah tangga juga banyak yang ikut. Kenapa? karena di dalam Bertani on Cloud, ada materi bagaimana kita memanfaatkan lahan pekarangan untuk tanam di polybag dan hidroponik, atau sistem tanam dengan lainnya.
Meskipun lahan kita sempit, kita bisa memanfaatkan lahan itu untuk meningkatkan produksi utamanya tanaman-tanaman yang untuk polybag sayur-sayuran di depan rumah. Dengan hidroponik bisa menanam kangkung, bisa menanam pakcoy brokoli, dan sebagainya dengan menggunakan hidroponik.
Nah, ibu-ibu ternyata suka di saat pandemi ini. Namanya juga tidak boleh ke mana-mana, mereka banyak sekali tinggal di rumah.
Jadi, ada kegiatan bertani ilmunya dari mana ya dari Bertani on Cloud itu yang sebetulnya di luar perkiraan kita semula. Rupanya minat ibu-ibu juga luar biasa terhadap Bertani on Cloud.
Bagaimana cara mendaftar atau ikut dalam program Bertani On Cloud?
Pertama, kita harus tunjukkan bahwa Bertani on Cloud ini, membuat bertani itu mudah dan menarik. Bahwa bertani itu menghasilkan uang, jadi uang ini sebagai daya tarik utama.
Intinya adalah kita tunjukkan bahwa pertanian itu menguntungkan, dan bertani itu dapat meningkatkan pendapatan kita itu yang paling utama.
Kita mengundang public figure artis untuk sama-sama hadir di acara ini. Kemudian mereka bisa memahami bahwa Bertani on Cloud ini, ternyata ada di Zoom. Kemudian agendanya bisa setiap hari apa saja.
Tidak ada syarat khusus langsung daftar. Kita selalu memberikan link untuk registrasi segera daftar. Di sana pasti peserta masuk ke zoom-nya tidak hanya di-streaming dan peserta bisa mengajukan pertanyaan bisa juga langsung mendaftar mendapatkan bahan-bahan materi pelatihan atau bahkan akan mendapatkan sertifikat.
Biasanya dari mana peserta mendapatkan Informasi mengenai pelatihan Bertani on Cloud?
Informasinya itu diperoleh dari website-nya BPPSDMP Kementerian Pertanian, kemudian melalui WhatsApp secara berantai disebar.
Kita kan punya Whatsapp grup petani milenial, grup penyuluh, grup para UMKM, kita sebarkan ke sana. Ternyata sangat luar biasa, sekali saja menyebarkan ke grup penyuluh atau petani milenial ternyata itu tersebar ke mana-mana.
Apa harapan Anda pada sektor pangan di Indonesia secara umum dan untuk Bertani On Cloud secara khusus?
Harapan saya program Bertani on Cloud ini dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kapasitas, meningkatkan kemampuan para petani, praktisi, dan penyuluh pertanian untuk meningkatkan produktivitasnya.
Tentu setelah praktisi pertanian dan penyuluh menguasai tematik-tematik dari bertani, Saya yakin produktivitas pertanian itu akan meningkat, kalau produktivitas pertanian meningkat itu saya haqul yakin ketahanan pangan ada di genggaman kita, itu yang sangat kita harapkan.
Baca Juga