Dewan Sumber Daya Air Nasional Siapkan Rekomendasi Hadapi Karhutla di Musim Kemarau

Sudah hampir 20 hari ini DSDAN (Dewan Sumber Daya Air Nasional) siapkan rekomendasi menghadapi kekeringan yang di antaranya adalah mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

oleh nofie tessar pada 06 Jul 2020, 20:17 WIB
(Foto:Dok. Dewan Sumber Daya Air Nasional)

Liputan6.com, Jakarta Sudah hampir 20 hari ini DSDAN (Dewan Sumber Daya Air Nasional) siapkan rekomendasi menghadapi kekeringan yang di antaranya adalah mencegah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Seperti diketahui karhutla cukup besar sudah terjadi di Provinsi Riau sejak tanggal 1 Juli 2020. Bahkan sejak Januari-April 2020 sudah ditengarai banyak titik api di Sumatera dan Kalimantan.

Mempertimbangkan hal itu, dalam rekomendasi yang akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo, DSDAN telah melakukan rapat marathon via zoom selama 3 minggu terakhir.

"Saat ini pentingnya air untuk mencegah dan mengatasi karhutla kita mulai masukkan dalam rekomendasi. Sebelumnya rekomendasi DSDAN dalam menghadapi kekeringan hanya mengkaji pentingnya air untuk ketersediaan pangan, air minum, perkotaan, dan lingkungan hidup," kata Ir S Indro Tjahyono dari Pansus Konservasi.

Selain terkait karhutla, Indro juga menambahkan, rekomendasi kekeringan DSDAN juga memuat langkah-langkah dalam menyediakan air untuk menghadapi pandemi Covid 19. Potensi karhutla memang diawali dengan mengeringnya lahan gambut akibat kekurangan air di musim kemarau. Sehingga mudah menjalar jika terjadi kebakaran yang disengaja atau tidak disengaja.

Kebakaran gambut (peat fire) dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik karakteristik gambut maupun cuaca yang berkorelasi dengan kadar air gambut, tingkat dekomposisi gambut, tinggi muka air, maupun curah hujan. Semakin tinggi kadar air gambut maka semakin rendah laju pembakaran. Tngkat kematangan gambut juga mempengaruhi tingkat kemudahan terbakarnya lahan gambut.

Menurut Indro, curah hujan berpengaruh pada tinggi muka air lahan gambut, sementara tinggi muka air akan mempengaruhi kadar air gambut yang menentukan sensitifitas gambut terhadap api atau suhu tinggi.

"Kondisi seperti inilah yang harus dipertahankan pada saat kekeringan," ujar Indro.

Hal ini mengingat sudah ada 18 hot spot di Riau yang terpantau oleh BMKG yang terbanyak di Pulau Sumatra.

BMKG juga melaporkan terdapat 30 titik panas dengan level confidence di atas 50% yaitu sebanyak dua titik di Aceh, dua titik di Sumatra Utara, tujuh titik di Bangka Belitung, satu titik di Lampung, dan 18 titik di Riau. Titik-titik ini bisa jadi merupakan indikasi sudah ada kebakaran kecil di situ. Ini artinya harus diadakan upaya persiapan pemadaman baik menggunakan air maupun bom air.

Pertanyaannya bagaimana kita telah menyiapkan air untuk menangani karhutla, dengan asumsi pencegahan dengan mempertahankan kadar air di lahan gambut sudah dilakukan.

"Masalah kebakaran hutan ini harus ditangani dengan serius, karena sudah masuk ranah politik dan hubungan internasional," kata Indro.

Tercatat dua presiden harus membuka posko di lapangan saat terjadi karhutla karena menganggap pentingnya penanganan karhutla yang handal.

 

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya