Ketika Hakim Konstitusi Ancam Advokat yang Bohong Tak Boleh Beracara di MK

Majelis hakim menekankan pemberian keterangan tidak benar dalam persidangan bukan persoalan main-main.

oleh Rinaldo diperbarui 07 Jul 2020, 05:38 WIB
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Saldi Isra berbincang disela pembukaan sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan oleh majelis hakim MK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Hakim Konstitusi Saldi Isra mengancam kuasa hukum yang memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan akan dicoret sebagai kuasa hukum dan tidak dapat lagi beracara di Mahkamah Konstitusi untuk seterusnya.

"Kalau terbukti Anda tidak memberikan keterangan yang benar ke kami, kami bisa mencabut hak Anda untuk menjadi kuasa di Mahkamah Konstitusi selanjutnya," ujar Saldi Isra kepada kuasa hukum Ki Gendeng Pamungkas, Julianta Sembiring, dalam sidang lanjutan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/7/2020).

Sebelumnya, majelis hakim telah meminta kuasa hukum untuk memastikan Ki Gendeng Pamungkas yang mengajukan permohonan merupakan orang yang sama dengan paranormal yang diberitakan meninggal atau bukan.

Dengan yakin, Julianta Sembiring mengatakan pemohon orang yang berbeda dengan yang diberitakan meninggal. Namun, saat diminta menghadirkan Ki Gendeng Pamungkas dalam sidang selanjutnya, Julianta Sembiring tidak segera mengiyakan.

Selanjutnya majelis hakim menekankan pemberian keterangan tidak benar dalam persidangan bukan persoalan main-main.

"Kami merasa tidak mungkin Anda tidak tahu soal ini, tapi kan kami tidak punya instrumen untuk mengetahuinya. Makanya kami serahkan kepada Anda untuk mencari kebenarannya," ujar Saldi Isra seperti dikutip Antara.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan akan menyampaikan keterangan kepada organisasi profesi advokat terkait kode etik kuasa hukum Ki Gendeng Pamungkas.

Pada persidangan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan permohonan pengujian undang-undang atau judicial review oleh orang yang meninggal dalam proses sidang tidak dapat diteruskan ahli warisnya.

Dalam sidang pengujian Undang-Undang Pemilu dengan pemohon Ki Gendeng Pamungkas, di Gedung Mahkamah Konstitusi, majelis hakim meminta klarifikasi apakah pemohon orang yang sama atau tidak dengan yang diberitakan telah meninggal dunia.

Namun, kuasa hukum pemohon, Tonin Tachta Singarimbun mengaku tidak tahu dan mengatakan perkara akan diteruskan ahli waris apabila setelah dicek, pemohon merupakan Ki Gendeng Pamungkas yang telah meninggal.

Menanggapi hal itu, Hakim Konstitusi Manahan Sitompul mengatakan pengujian undang-undang berbeda dengan perkara perdata yang mewajibkan ahli waris melanjutkan perkara.

"Di Mahkamah Konstitusi, tentu fokusnya nanti kedudukan hukum pemohon. Tentu berbeda kalau ini misalnya dilanjutkan oleh ahli waris, apakah istri, anak dan lain sebagainya," ujar Manahan Sitompul seperti dikutip Antara, Selasa (16/6/2020).

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Ajukan Permohonan Baru

Ia menegaskan, apabila pemohon terkonfirmasi telah meninggal, perkara tidak otomatis akan dilanjutkan oleh ahli waris seperti perkara perdata.

Untuk itu, kuasa hukum diminta segera mengecek kebenaran pemohon telah meninggal atau hanya bernama sama, agar sidang pengujian undang-undang tidak percuma.

Namun, apabila kuasa hukum berniat meneruskan semangat pengujian Undang-Undang Pemilu, Manahan Sitompul mempersilakan kuasa hukum mengajukan permohonan baru dengan pemohon lain.

Ki Gendeng Pamungkas sendiri mengajukan pengujian UU Pemilu, karena keberatan calon presiden dan wakil presiden diajukan partai politik atau beberapa partai politik. Ia ingin dapat mencalonkan diri menjadi presiden atau wakil presiden pada pemilihan umum berikutnya lewat jalur perseorangan.

Pada 6 Juni 2020, paranormal Ki Gendeng Pamungkas meninggal dunia di RS Mulia, Bogor, karena komplikasi diabetes.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya