Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendagri Muhammad Hudori mengatakan, pihaknya sudah menemukan permasalahan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi di DKI Jakarta.
Dia mengatakan, yang menjadi masalah saat ini yaitu tidak sesuainya petunjuk teknis (juknis) PPDB DKI dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 .
Advertisement
"Intinya juknis yang saat ini ada akan menyesuaikan Permendikbud 44. Jadi sudah selesai ya (soal zonasi)," kata Hudori, Senin (6/7/2020).
Dalam juknis tersebut, menyebutkan kuota untuk PPDB jalur zonsi sebesar 40 persen. Sementara, dalam Perpendikbud Nomor 44 jumlah kuotanya 50 persen.
"Hanya saja nanti di juknisnya itu masih tertulis 40 persen (kuota). Maka nanti akan direvisi," ungkap Hudori.
Nantinya, besaran kuota akan diubah menjadi 50 persen, menyesuaikan permendikbud.
"Tahun depan nanti tentu akan direview kembali soal penambahan ruang kelas, penambahan sekolah, dan lain-lain," pungkasnya.
Sebelumnya, Plt. Irjen Kemendikbud, Chatarina Muliana Girsang, mengatakan, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta yang menjadi polemik, sebenarnya sudah sesuai aturan Mendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB.
"Kami sudah melakukan sinergi dengan Pemda DKI, dengan dibukanya kembali zonasi dengan zona RW, dan kami sudah berkoordinasi bahwa memang nanti dalam prakteknya jalur zonasi itu minimal 50 persen sebagaimana Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 dan ternyata Alhamdulillah itu sudah tercapai," kata Chatarina, Senin (6/7/2020).
Menurut dia, mungkin masalahnya hanya ada di petunjuk teknis (juknis) PPDB DKI saja. Sehingga ini yang perlu diperbaiki.
"Mungkin keterbacaan dalam juknis saja yang mungkin yang akan disesuaikan," tukasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Daya Tampung Kurang?
Sementara itu, Sekda DKI Jakarta, Saefullah mengaku diperlukan peran sekolah swasta, terlebih daya tampung sekolah negeri di wilayah kurang dari 50 persen.
"Bahwa nyatanya memang daya tampung SMP Negeri kita itu baru 46,17 persen, berarti selebihnya lagi kita harapkan adalah peran swasta, kemudian SMA Negeri kita baru 32,94 persen masih ada 67 persen lagi kita harapkan peran swasta," kata Saefullah.
"Jadi pemerintah dan swasta punya kewajiban bersama untuk menyelenggarakan wajib belajar di DKI," tambahnya.
Advertisement