Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agungmengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri terkait uji materi terhadap Pasal 3 Ayat 7 PKPU Nomor 5 Tahun 2019. Pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.
Pada pertimbangannya, majelis hakim MA menilai, pasal tersebut diberlakukan tanpa mengindahkan syarat presidential threshold yang diamanatkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang disadur dari UUD 1945. Maka, tidak menutup kemungkinan di pilpres ke depan, calon Presiden/Wakil Presiden hanya akan berfokus memenangkan pemilu di daerah-daerah strategis saja, seperti Pulau Jawa dan beberapa provinsi yang jumlah pemilihnya besar.
Advertisement
"Sehingga representasi suara rakyat di daerah-daerah yang dianggap kurang strategis (wilayahnya luas secara geografis, namun jumlah pemilihnya sedikit) akan hilang begitu saja berdasarkan prinsip simple majority, yang tentunya justru bertolak belakang dengan maksud dibuatnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan penjabaran ulang terhadap norma yang terkandung dalam Pasal 6A ayat 3 UUD 1945," demikian bunyi pertimbangan hakim Mahkamah Agung seperti dikutip Liputan6.com, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Selain itu, jika dilakukan penafsiran secara sistematis terhadap PKPU tersebut, khususnya pasal yang diujikan, maka maknanya dapat dipahami ketentuan ini berlaku untuk segala kondisi. Temasuk, jika pilpres hanya diikuti oleh 2 pasangan.
Adapun, ketentuan memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, adalah syarat yang logis dalam kontestasi Pilpres di negara Indonesia yang kondisi demografisnya merupakan negara kepulauan yang terbagi 34 provinsi, dengan sebaran populasi penduduk setiap provinsinya tidak proporsional dengan beragam latar belakangnya, baik daerah/wilayah, suku, agama, dan budaya.
"Syarat tersebut, tidaklah menjadi sebuah syarat yang sulit untuk terpenuhi manakala kontestasi Pilpres hanya dikuti dua pasangan calon, ketentuan tersebut telah dirumuskan dengan baik oleh pembentuk konstitusi dan Undang- Undang Pemilihan Umum sehingga syarat perolehan suara (Presidential threshold) tersebut tidak perlu direduksi pada rumusan ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum objek Hak Uji Materiil a quo," jelas hakim.
"Karena apabila salah satu pasangan calon Pilpres memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara nasional, ketentuan untuk memperoleh suara sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia adalah akan juga bakal dengan sendirinya terpenuhi, bilamana syarat pasangan Capres/Cawapres tersebut berkampanye merata tersebar di semua provinsi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," lanjut hakim Mahkamah Agung soal uji materi Pasal 3 ayat 7 PKPU No 5/2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Saling Melengkapi
Dinilainya, syarat-syarat tersebut akan saling melengkapi, sehingga menunjukkan Presiden terpilih nantinya akan mencerminkan Presiden NKRI yang mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat pemilih dalam pemilihan umum baik dalam bentuk kuantitas maupun dukungan yang tersebar di setiap provinsi.
"(Pasal 3 Ayat 7 PKPU) secara jelas, menghilangkan syarat Presidential threshold sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara provinsi yang tersebar di lebih dari (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Oleh karenanya norma Ketentuan tersebut tidak mempedomani norma ketentuandiatasnya, yakni pasal 416 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan norma yang disadur dari Pasal 6A ayat (3) UUD 1945," demikian seperti dikutip.
Advertisement
Respons KPU
Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, menjelaskan soal gugatan Rachmawati Soekarnoputri yang dikabulkan sebagian oleh dan dirilis di situs resminya sepekan kemarin.
Saat itu, Rachmawati menggugat Pasal 3 ayat 7 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang metode penetapan pemenang calon presiden dan wakil presiden terpilih yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1.
"Perolehan Suara Sah Nasional, total suara sah nasional (suara di 34 provinsi dan suara pemilu di Luar Negeri) = 154.257.601 suara, perincian perolehan suara masing paslon: 01. 85.607.362 (55,50%) dan 02. 68.650.239 (44,50%)," kaya Hasyim lewat keterangan tertulis diterima, Selasa (7/7/2020).
Hasyim melanjutkan, persebaran perolehan suara di tiap provinsi dengan jumlah total 34 provinsi, artinya setengah jumlah provinsi di Indonesia adalah 17 provinsi.
"Maka, demikian ketentuan lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, adalah lebih dari 17. Paslon 01. Menang di 21 Provinsi dengan perolehan suara lebih dari 50% di setiap provinsi," beber Hasyim.
Karenanya, yakin Hasyim, hasil Pilpres 2019 dengan pemenang Paslon 01 Jokowi-Amin sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan (electoral formula), sebagaimana ditentukan oleh Pasal 6A UUD 1945 (konstitusional).
Pertama, Pasangan 01 Mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum (paslon memperoleh lebih dari 50% suara sah nasional), yaitu 85.607.362 suara (55,50%),
Kedua, pasangan 01 juga mendapatkan suara sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, yaitu Menang di 21 Provinsi, dengan perolehan suara lebih dari 50% di setiap provinsi itu.
21 provinsi dimenangkan Pasangan Jokowi-Ma'ruf
Sumut, Lampung, Babel, Kepri, DKI Jakarta, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Bati, NTT, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulut, Sulteng, Gorontalo, Sulbar, Maluku, Papua, Papua Barat, Kaltara.
13 Provinsi dimenangkan Pasangan Prabowo-Sandi:
Aceh, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Jabar, Banten, NTB, Kalsel, Sulsel, Sultra, Maluku Utara.
Advertisement