Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding menyoroti kabar buronan Kejaksaan Agung atas kasus BLBI dan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra yang bisa memperoleh e-KTP. Sudding menyebut, hal itu menunjukkan lemahnya sistem koordinasi lintas kementerian.
"Ini menunjukan lemahnya sistem dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga sehingga sangat mudah seorang buron keluar masuk di negara kita," kata Sudding, Selasa (7/7/2020).
Advertisement
Menurut dia, hal itu menjadi tamparan bagi aparat penegak hukum dan Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Dia minta, penegak hukum mengusut siapa pihak yang melindungi Djoko Tjandra.
"Saya kira hal ini perlu diusut siapa pihak yang memberi akses dan melindungi Djoko Tjandra masuk ke Indonesia," ujar dia.
Termasuk, kata dia, para pihak yang mengetahui keberadaan Djoko Tjandra tapi tak mau buka mulut juga harus diperiksa. Mereka harus dipertanggung jawabkan secara hukum.
"Pihak yang mengetahui keberadaan Djoko Tjandra tapi tidak melaporkan ke aparat penegak hukum karenanya harus di mintai pertanghungjawaban hukum, termasuk pengacaranya," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Masih WNI
Pembuatan e-KTP oleh terpidana Kejaksaan Agung atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra dipertanyakan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, dalam database kependudukan, yang bersangkutan tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
"Sampai saat ini Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil Provinsi DKI belum pernah menerima informasi tentang pelepasan kewarganegaraan," kata Zudan, Selasa (7/7/2020).
Dia menuturkan, Ditjen Dukcapil membutuhkan informasi dan data dari Kemenkumham terkait kewarganegaraan Joko Soegiarto Tjandra.
"Apabila terbukti yang bersangkutan sudah menjadi WNA, maka KTP el dan KK WNI akan dibatalkan oleh Dinas Dukcapil DKI," jelas Zudan.
Menurut dia, sampai saat ini Dukcapil tidak memiliki data tentang data cekal dan buronan.
"Dan belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang subyek hukum yang menjadi buronan atau DPO dari pihak yang berwenang," ungkap Zudan.
Menurut dia, agar kasus seperti ini dapat dicegah, Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil perlu diberi pemberitahuan tentang data orang yang dicekal, DPO/buronan.
"Apabila sudah ada data buronan/DPO, maka dukcapil tetap akan memproses rekam sidik jari dan irish mata serta foto wajah agar data penduduk tersebut masuk ke dalam data base kependudukan. Namun, KTP elektroniknya akan diberikan pada saat yang bersangkutan memenuhi kewajiban hukumnya," tuturnya.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement