Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Didiek Hartantyo mengakui pandemi Covid-19 berdampak langsung terhadap kinerja oprasional perusahaan hingga akhir tahun. Bahkan arus kas bersih yang berasal dari oprasional Perseroan diproyeksikan pada akhir tahun mengalami defisit atau minus Rp3,44 triliun.
Dia menjelaskan, hitung-hitungan itu didapat dari pendapatan orpasional sepanjang tahun 2020 diperkirakan hanya mencapai Rp11,98 triliun. Sementara pembayaran kepada pemasok dan karyawan PT KAI kebutuhannya mencapai Rp14,02 triliun sampai akhir tahun.
Advertisement
Adapun biaya pegawai yang dikeluarkan pihaknya juga sudah disesuaikan dengan tidak melakukan rekrutmen pada tahun 2020. Kemudian juga mempertimbangkan penurunan premi awak KA karena pembatasan operasional KA dan tidak memprogramkan IKKK dengan total nilai efisiensi mencapai Rp1,8 triliun.
Kemudian perusahaan juga dibebankan untum pembayaran bunga dan beban keuangan yang diperkirakan mencapai minus Rp920 miliar sampai akhir tahun dan pembayaran pajak penghasilan mencapai minus Rp479 miliar.
"Setelah dilakukan efisiensi pemotongan biaya operasional kas Kami sampai akhir tahun maka sebesar minus Rp 3,44 triliun," kata Dirut KAI dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Covid Berakhir di Agustus 2020
Dia menambahkan, proyeksi tersebut dihitung berdasarkan skenario di mana Covid-19 akan berakhir pada Agustus 2020. Di mana asumsi pendapatan penumpang dari Mei ke Agustus 2020 besarannya 10 persen.
"Dan nanti September sampai akhir tahun ada kenaikan meski tidak signifikan," katanya.
Advertisement
Butuh Dana Rp 3,5 Triliun
Butuh Pendanaan Rp3,5 Triliun.
Melihat pertimbangan tersebut, PT KAI sekiranya masih membutuhkan pendanaan sebesar Rp3,5 triliun untuk menjaga arus kas operasional agar tetap berjalan positif di tahun 2020. Setidaknya pendanaan tersebut akan digunakan untuk beberapa pos.
Adapun untuk biaya perawatan sarana Perkeretaapian mencapai Rp680 miliar kemudian perawatan prasarana termasuk bangunan sebesar Rp740 miliar. Selain itu ada juga untuk pemenuhan untuk biaya pegawai sebesar Rp1,2 triliun, biaya bahan bakar Rp550 miliar, dan pendukung operasional lainnya Rp280 miliar.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com