Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan moratorium atau pemberhentian sementara perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) baru dan mahasiswa STAN untuk 5 tahun ke depan, tepatnya pada periode 2020-2024.
Selain Kementerian Keuangan, kementerian/lembaga lain juga buka kemungkinan untuk menghentikan sementara proses penerimaan CPNS baru.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengatakan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) kini tengah memperhitungkan mana saja kementerian/lembaga yang tidak memerlukan lagi PNS tambahan di lingkungan kerjanya.
"Sekarang sedang diinventarisir bersama BKN, kementerian/lembaga mana yang masih perlu pegawai dan mana yang sudah tidak perlu," kata Tjahjo kepada Liputan6.com, Rabu (8/7/2020).
Baca Juga
Advertisement
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.
Dalam kebijakan tersebut, Kementerian Keuangan berupaya mewujudkan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang optimal untuk mewujudkan SDM yang adaptif dan technology savy.
Sri Mulyani turut memberikan arahan untuk menghentikan pertumbuhan sumber daya manusia (SDM) atau minus growth di lingkungan kerjanya mulai 2020. Salah satunya melalui moratorium rekrutmen CPNS umum dan lulusan Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN pada rentang waktu 2020-2024.
Adapun pemenuhan pegawai baru terakhir dilaksanakan pada tahun ini, yang berasal dari rekrutmen umum pada seleksi CPNS tahun formasi 2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Populasi Pekerja
Selain itu, Kemenkeu juga menargetkan populasi jumlah pekerjanya yang berasal dari generasi milenial (generasi Y dan Z) bisa mencapai 69 persen dari total pegawai yang ada di 2024.
Berdasarkan data yang ada, total pegawai Kemenkeu per 1 Januari 2020 yakni 82.451 orang. Berdasarkan unit eselon I, pegawai Kemenkeu terbanyak berada di Direktorat Jenderal Pajak, yaitu sejumlah 46.468 orang atau 56,35 persen, dan terbanyak kedua yakni pegawai di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejumlah 16.909 orang atau 20,5 persen.
"Proporsi dalam generasi adalah sebanyak 25 persen generasi Z, 40 persen generasi Y, 29 persen generasi X, dan 6 persen generasi Baby Boomer," tulis Kemenkeu dalam PMK 77/2020.
Advertisement
Pandemi Paksa Pemerintah Hitung Ulang Kebutuhan PNS ke Depan
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Dwi Wahyu Atmaji menyatakan, wabah virus corona (Covid-19) telah memaksa pemerintah untuk mengkaji ulang pelaksanaan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di masa mendatang.
Atmaji mengatakan, pemerintah ingin agar perekrutan PNS baru lewat sistem seleksi nantinya bisa lebih tepat sasaran dan sesuai perhitungan.
"Pasca pandemi ini kami harus me-review ulang sistem kerja dan kebutuhan PNSke depan. Sehingga perlu perhitungan yang cermat baik jumlah maupun kualifikasi yang dibutuhkan semua sektor dan daerah," ungkapnya kepada Liputan6.com, Selasa (7/7/2020).
Untuk diketahui, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo sempat melontarkan pernyataan yang mengundang tanya seputar penarikan CPNS. Usai rapat dengan Komisi II DPR, ia menyampaikan, penyerapan CPNS akan ditiadakan selama dua tahun.
"Rekrutmen CPNS juga kita perlu data. Dua tahun tidak ada, kecuali kedinasan yang memang sudah terprogram, (seperti) Akpol, Akmil, ada ya. Tapi yang lain tetap di 2021," kata Tjahjo.
Namun saat dikonfirmasi, Tjahjo mengungkapkan bahwa sistem seleksi CPNS rencananya tetap akan dibuka pada tahun depan.
"Info dari BKN (Badan Kepegawaian Negara) 2021 ada test CPNS," ujar Tjahjo kepada Liputan6.com.
PPPK Seleksi 2019 Tak Kunjung Diangkat, Ada Apa?
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sudah siap menerbitkan Nomor Induk Pegawai (NIP) bagi 45.949 tenaga honorer yang lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK )yang diselenggarakan pada 2019.
Namun, Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan pihaknya masih menunggu pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terbaru mengenai PPPK. Dengan demikian, Presiden memiliki ruang untuk menyelesaikan persoalan pembayaran gaji PPPK.
"Kami sebenarnya sudah sejak lama bersiap diri untuk sesegera mungkin menetapkan NIP-nya. Tapi seperti tadi disampaikan, apakah kami boleh menetapkan NIP sebelum Perpres (PPPK) itu mengatur soal pembayaran gaji. Maka kami tidak boleh mendahului Perpres. Sebetulnya kami sudah siap untuk Perpres itu," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, seperti melansir Antara, Senin (6/7/2020).
Perpres PPPK tersebut lambat dikeluarkan, karena menurut informasi yang didengar Bima, Perpres PPPK sempat diulang.
"Ada masukan bahwa katanya Perpres (PPPK) itu akan menubruk beberapa PP sebelumnya. Kemudian diminta untuk menginisiasi ulang. Jadi diulang lagi," ujar Bima.
Menurut Bima, Perpres yang baru ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah Perpres mengenai jabatan PPPK. Sedangkan Perpres mengenai gaji, sekarang ini statusnya sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
"Kami menunggu proses itu agar segera dapat ditetapkan, jika itu sudah ditetapkan, kami akan menetapkan NIP pegawainya sesuai dengan usulan dari instansinya," tutur Bima.
Persoalan PPPK sendiri sebetulnya bisa diselesaikan andai Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sudah memberi ruang bagi Presiden untuk memberikan gaji kepada PPPK di daerah. Namun hal itu, kata Bima, belum diatur dalam PP tersebut.
Advertisement