KAI Akui Kesulitan Bersaing untuk Angkutan Logistik

KAI mengaku masih kesulitan untuk bersaing dengan moda transportasi lain dalam angkutan jasa logisti

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2020, 14:10 WIB
Ilustrasi kereta api barang. (via: supplychainindonesia.com)

Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) mengaku masih kesulitan untuk bersaing dengan moda transportasi lain dalam angkutan jasa logistik. Sebab, tarif Perseroan untuk mengangkut logistik lebih besar, dikarenakan banyak pungutan yang mempengaruhi pembentukan tarif.

"Faktor harga inilah yang membedakan kenapa kita tidak bersaing dalam pembentukan tarif. Kami kena biaya Track Access Charge (TAC) kena juga PPN 10 persen," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Kondisi ini berbanding terbalik dengan angkutan logistik moda transportasi darat lainnya seperti truk. Biaya yang dikeluarkan untuk jasa logistik lebih rendah karena menggunakan jalan biasa. Sehingga tidak ada PPN dan TAC yang dibebankan.

"Jadi ada 2 komponen besar kita kurang bersaing dalam angkutan logistik," kata Dirut KAI.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Apa itu TAC?

Penumpang menaiki kereta api jarak jauh di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Minggu (29/3/2020). PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta membatalkan sebanyak 28 perjalanan Kereta Api keberangkatan jarak jauh mulai 1 April - 1 Mei 2020 dalam upaya memutus penyebaran virus corona. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Dia menjelaskan TAC sendiri merupakan harga yang harus dibayar Perseroan kepada pemerintah saat kereta melewati rel. Pembayaran TAC muncul lantaran jalur yang dilintasi merupakan barang milik negara.

Di samping itu, PT KAI juga terikat dengan tanggung jawab Infrastructure Maintenance and Operation (IMO). Artinya, KAI punya kewajiban pula berkontribusi merawat jalur yang tak lain adalah milik negara.

 


Biaya Perawatan

KA Logistik tiba di Stasiun JICT Tanjung Priok, Kamis (18/2). Dioperasikannya Kereta Api (KA) Logistik Tanjung Priok diharapkan mampu menurunkan masalah waktu bongkar muat atau dwelling time hingga dua hari. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"KAI harus menganggarkan biaya perawatan prasarana dimana umumnya kebutuhannya lebih besar daripada kontrak yang diterima. Jadi apabila untuk biaya perawatan prasarana ini kami menganggarkan Rp3 triliun, maka yang dikontrakkan (dari pemerintah) hanya Rp1,5 triliun. Dan itu pun dipotong Rp800 miliar, karena adanya Covid-19 ini oleh pemerintah," ujarnya

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya