Liputan6.com, Pekanbaru - Usia anak keempatnya baru 21 hari ketika Rustam ditangkap polisi di Kabupaten Kepulauan Meranti. Dia dituduh menyebabkan kebakaran lahan dan sudah dituntut hukuman satu tahun penjara di pengadilan negeri setempat.
Pada Selasa lalu, 7 Juli 2020, Rustam membacakan pledoi atau pembelaan di depan majelis hakim dan jaksa penuntut umum. Dia didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru, Noval Setiawan.
Baca Juga
Advertisement
Dalam pledoi itu, Noval menyebut Rustam membersihkan perkarangan rumahnya untuk persiapan kenduri atau syukuran menyambut anak keempatnya.
"Tak ada tujuan lain selain terlihat bersih, bukan untuk membuat kebun," kata Noval kepada wartawan.
Petaka datang tak lama setelah Rustam membakar rumput yang dibersihkannya. Polisi menyatakan Rustam telah menyebabkan kebakaran lahan sehingga berpotensi menimbulkan kabut asap.
"Pak Rustam hanya buruh bangunan bukan pekebun dan tidak membuka lahan untuk berkebun. Pekarangan rumahnya juga bukan areal perkebunan," kata Noval.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Jangan Salah Sasaran
Noval menyebut dakwaan JPU mengkategorikan pekarangan rumah sebagai lahan perkebunan merupakan kesalahan.
"Jika itu membuka perkebunan, bagaimana jika ada pohon kelapa, pisang ataupun pinang berada di tepi jalan raya, di halaman kantor Polres, kantor Kejaksaan atau Pengadilan, bahkan kantor LBH sendiri? Apakah kantor-kantor tersebut dapat dikatakan memiliki usaha perkebunan?" ucap Noval.
Dalam kasus ini, Noval menyatakan terjadi disparitas atau perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang buta hukum dengan korporasi yang secara terang melakukan pembakaran lahan.
Menurut Noval, ini dapat terlihat dari banyaknya masyarakat yang terjerat hukum karena membakar setitik lahan. Sementara itu, korporasi ataupun cukong sangat sedikit yang sampai di meja penyidikan atau pengadilan.
"Seharusnya penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan lebih serius menangani para pembakar lahan yang luasnya puluhan bahkan ribuan hektare. Karena ini menyebabkan penderitaan serta kesengsaraan bagi masyarakat di Provinsi Riau," kata Noval.
Advertisement
Hukum Tajam ke Mana?
Saran Noval, seharusnya penegak hukum tidak memidana Rustam karena ada sesuatu hal yang lebih penting daripada memidanakan masyarakat yang buta hukum.
"Seharusnya melakukan pendekatan, jangan jadikan hukum itu sebagai alat untuk memenjarakan orang-orang miskin dan buta hukum dan jangan jadikan hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas," ujar Noval.
Noval mengatakan, Rustam ditangkap pada 25 Januari 2020 saat belum memberikan nama kepada anak keempatnya. Selain penjara, dalam kasus kebakaran lahan ini Rustam juga dituntut membayar Rp 800 juta rupiah subsidiair selama 2 bulan.
"Semoga majelis hakim dapat memberikan keadilan bagi Pak Rustam dan keluarganya serta masyarakat yang miskin dan buta hukum," imbuh Noval.