Liputan6.com, Jakarta - Seorang dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang metode penempatan sensor untuk mendeteksi kebocoran pipa air.
Hal ini untuk mengatasi masalah kebocoran pada pipa air yang dapat menyebabkan kerugian besar, salah satu dengan menggunakan sensor arus air yang dipadang pada sistem pipa air.
Dosen tersebut bernama Ary Mazharuddin Shiddiqi yang menggunakan teknik Lean Graph untuk meminimalkan kerugian karena kebocoran pipa air.
Baca Juga
Advertisement
Sekretaris Departemen bidang Akademik dan Kemahasiswaan Departemen Teknik Informatika ini melihat, kecilnya curah hujan di Australia, tempat menempuh studi doktornya dahulu membawa imbas kepada terbatasnya persediaan air bersih.
"Oleh karena itu, kebocoran dalam pipa air adalah hal yang harus ditangani dengan serius," ujar dia, seperti dikutip dari laman ITS, Kamis, (9/7/2020).
Ary melanjutkan, pada umumnya ada dua jenis kebocoran pada pipa air yakni kebocoran besar atau semburan (burst) dan kebocoran kecil. Dalam kebocoran besar, air akan terbuang dalam volume yang besar di waktu yang singkat. "Namun kebocoran besar umumnya kasat mata, sehingga mudah dicari dan ditangani dengan cepat," ujar dia.
Berlawanan dengan kebocoran besar, kebocoran kecil biasanya berlangsung dalam kurun waktu yang lama di dalam pipa bawah tanah karena sulit mendeteksi lokasinya.
"Total air yang terbuang dari kebocoran kecil jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan kebocoran besar, karena volume air bocor terakumulasi dalam waktu yang lama," ungkap Ary.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Sensor Arus Air
Oleh karena itu, ia menuturkan, untuk meminimalkan kerugian yang disebabkan kebocoran kecil pada jaringan pipa air digunakanlah sensor arus air untuk memprediksi ukuran kebocoran dan melacak di mana letak titik kebocoran terjadi.
Ary menggunakan, sensor arus air karena dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan sensor tekanan air.
Deteksi kebocoran menggunakan sensor arus air diambil dari hukum kesetimbangan air (water balance). Contoh, jika permintaan (demand) air dari rumah-rumah bertotal sebanyak 10 liter, tetapi sumber air (reservoir) mengeluarkan air sebanyak 11 liter maka selisih satu liter ini adalah jumlah yang hilang karena adanya kebocoran.
"Jika demand tetap, tapi sensor memberi data adanya penambahan arus air yang masuk ke sistem, maka muncul gejala adanya kebocoran,” tutur dia.
Advertisement
Perlu Strategi Penempatan Sensor
Penempatan sensor yang berjumlah amat banyak tentu dapat membuat lokalisasi kebocoran kecil dengan mudah, tetapi para perancang sistem juga harus memperhatikan biaya yang dihabiskan.
"Oleh karena itu kita harus memaksimalkan fungsi sensor dengan baik meskipun dengan jumlah yang terbatas," papar lelaki asal Kediri tersebut.
Untuk memaksimalkan fungsi sensor itu pula, diperlukan strategi untuk menempatkan sensor di lokasi-lokasi yang efektif.
Dalam penelitian yang ditekuninya sejak 2014 hingga 2019 sebagai topik tesis doktoralnya tersebut, Ary menggunakan pemodelan Lean Graph untuk mengkarakterisasi kebocoran kecil dalam pipa.
Pria yang menyelesaikan studi doktornya di Australia ini membuktikan, Lean Graph efektif untuk menemukan letak sensor paling strategis guna menemukan lokasi kebocoran pipa air. Hal ini dibuktikan dengan tingginya akurasi metode yang dibangun dalam eksperimen yang dilakukannya.
Saat ini hasil temuan Ary berada dalam tahap simulasi melalui simulator EPANET yang dinilai sangat akurat dan populer digunakan para praktisi teknik sipil.
Ke depannya, dosen yang juga merupakan lulusan Teknik Informatika ITS ini berharap agar penanganan kebocoran air lebih menjadi perhatian khusus. "Karena air bersih adalah kebutuhan pokok," ujar dia.