Liputan6.com, Banten - Suminta, lansia berkebutuhan khusus sejak lahir, tinggal seorang diri di rumah tengah sawah di Kampung Pasar Sore, Desa Kosambi Ronyok, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Rumah yang lebih mirip gubuk itu hanya berdinding bilik bambu, beratap genteng, dan berlantai semen. Rumah itu dibangun atas swadaya warga yang iba melihat kondisi Suminta.
Saat tim Liputan6.com berkunjung, Rabu (8/7/2020), Suminta tengah tergolek lemas di atas tikar plastik, hanya ada bantal tipis kusam yang menyangga kepalanya. Jangan bayangkan rumahnya ada ruang tamu dan kamar mandi, rumah itu hanya satu ruangan dan tak ada perabot apa pun di dalamnya.
Baca Juga
Advertisement
Suminta tak tahu pasti berapa usianya kini, dirinya juga tak punya KTP dan Kartu Keluarga (KK) seperti warga pada umumnya. Tak punya anak istri, Suminta hidup seorang diri setelah kedua orangtuanya meninggal. Yang menyedihkan, Suminta terlahir dengan kondisi tubuh bagian kiri yang tidak sempurna.
"(Rumah ini) tanah nya juga numpang ke tanah orang. Ngebangun dapet gotong royong," katanya.
Suminta mengaku tak bisa kerja berat, karena tangan dan kaki bagian kirinya sudah cacat sejak lahir. Dia hanya mampu mengumpulkan pasir dari sekitar rumahnya. Setelah terkumpul berhari-hari, Suminta jual ke orang lain dengan harga Rp 120 ribu. Uang itu digunakan untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Jika belum berhasil menjual pasir, pria kurus dan berkulit gelam itu hanya bisa menunggu uluran tangan dari tetangga di sekitar rumahnya.
"Kalau makan minum mah ada aja milik mah, kalau kerja ngumpulin pasir, kerja berat enggak bisa. Kerjanya paling ngumpulin pasir, dikumpulin dikit sedikit pake ember, semobil harganya Rp 120 ribu," katanya.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Kisah Miris Lainnya
Begitupun nasib yang di alami oleh nenek Amnah, kelahiran tahun 1972. Dinding rumahnya sudah ada yang sudah rusak, sebagian ditutupi spanduk bekas, terpal, bahkan kain. Atap rumahnya pun begitu, sudah di tambal menggunakan spanduk bekas hingga anyaman bambu. Lantainya, sebagian sudah di pasangi kramik bekas pecah belah.
Suaminya, Amha Mudin, kelahiran tahun 1962 bekerja sebagai buruh harian lepas, terkadang ikut memanen melinjo, mencari rumput untuk ternak warga hingga menjadi tukang bangunan.
"Kerja kuli apa aja, (ikut memanen) tangkil, enggak punya kerjaan tetap. (Penghasilan) Cukup enggak cukup, yang penting bisa beli beras aja. Hujan kehujanan, banjir kebanjiran, angin keanginan," ujar Amnah, di rumahnya, di Kampung Babakan RT 04 RW 02, Desa Sindang Mandi, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (08/07/2020).
Amha Mudin dan Amnah memiliki tiga orang anak, satu sudah menikah dan anak terakhir nya memiliki keterbelakangan mental, semua tinggal di rumah tersebut. Tak ada kasur, mereka tidur menggunakan bale atau orang Serang biasa menyebutnya amben.
Rumahnya ada di tengah sawah dan belum pernah tersentuh bantuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang, yang kini di pimpin oleh Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupatinya dan Panji Tirtayasa sebagai Wakil Bupati.
"Bantuan enggak pernah dapat. Enggak pernah ada bantuan ke rumah. Ada enam orang disini. (Rumah) Di foto doang, sudah berkali-kali, tapi gini-gini aja. Anak ada tiga, enggak kerja. Ada yang sudah nikah," jelasnya.
Advertisement