Liputan6.com, Sikka - Sebagian orang awalnya tak keberatan menjadi guru bagi anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi, saat menghadapi kondisi anak berkebutuhan khusus dengan berbagai keterbatasannya, sebagian dari mereka memilih mundur.
Namun, tidak demikian bagi Maria Sika Susanti (23). Ia terus bertahan mengabdi sebagai guru bagi anak berkebutuhan khusus di Paud Karya Ilahi, Waioti, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten SIKKA, NTT. Baginya, itu adalah tugas mulia dan merupakan tantangan tersendiri.
"Sejak masih kuliah di Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere tahun 2018, saya sudah mengajar di sekolah itu. Setelah wisuda sarjana strata satu, saya memilih untuk tetap disitu," ujarnya, Selasa (7/7/2020).
Menurut dia, tidak semua orang bisa mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Mengingat mengajar anak normal sangat berbeda dengan anak berkebutuhan khusus. Banyak suka dan duka yang ia temui semenjak mengajar anak berkebutuhan khusus
"Sangat berbeda. Saat disuruh diam karena ribut, mereka akan berontak. Nah, disini butuh skil, kesabaran untuk tenangkan mereka. Kadang, guru harus siap fisik untuk menahan mereka," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Dengan berbekal pendidikan psikologi, Santi mengakui awalanya ingin coba-coba saja menjadi pengajar anak berkebutuhan khusus. Ia hanya ingin mengaplikasikan apa yang ia belajar di bangku kuliah. Ternyata saat berhadapan langsung dengan anak berkebutuhan khusus, ia merasa sepertinya harus belajar lagi dari awal. Sebab, teori yang ia dapat di bangku kuliah sangat berbeda dengan di lapangan.
Mengajar anak berkebutuhan khusus ada hal yang tersulit yang siap dihadapi. Untuk itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah, memahami keadaan anak dan kemauan anak.
"Kadang kalau kita terlalu memaksa, membuat anak menjadi pantrum. Mereka tidak mau dikekang, sehingga banyak untuk menghindari hal seperti itu. Pihak sekolah juga membuat meja belajar berbeda dengan anak normal lainya," tuturnya.
Bagi Santi, untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, ia hanya membawa ilmu dan hati.
"Jangan kita bawa hati yang galau dan stres ke mereka. Nantinya mereka tidak bisa menerima apa yang kita ajarkan. Di sini masing-masing anak pembelajarannya berbeda. Mereka punya pembalajaran khusus dan masing-masing anak berkebutuhan khusus punya pelajaran berbeda," tandasnya.
Untuk upah, Santi mengaku digaji sesui dengan jam kerja. Saat awal mengajar dibayar dengan hitungan gaji percobaan. Jika sudah menjadi guru tetap maka diberi upah sesuai standar UMR.
"Kami juga dibayar sesuai dengan banyaknya murid, kalau muridnya sedikit kami juga dibayar dengan gaji yang kecil," jelasnya.
Meski gaji yang dibayar sangat kecil dari kebutuhanya sehari-hari, ia mengaku tak mempersoalkannya. Bagi dia, pengabdian dengan hati yang ditanamkan untuk anak-anak yang membutuhkan perhatiannya adalah misi utamanya mengabdi.
Ia menambahkan, sejak berdiri, Paud Karya Ilahi belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Padahal, sekolah untuk anak berkebutuhan khusus itu terdaftar di dinas pendidikan. Untuk menghidupkan sekolah ini, tergantung dari banyaknya murid dan pembayaran uang sekolah.
"Belum pernah dapata bantuan dari pemerintah berupa dana Bos atau dana lainnya," pungkasnya.