Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, pemerintah akan memulihkan aset atau asset recovery terkait pembobolan uang BNI senilai Rp 1,7 triliun yang dilakukan oleh Maria Pauline Lumowa.
Yasonna mengatakan, pemulihan aset tersebut dikerjakan setelah dilakukan proses hukum terhadap Maria.
Advertisement
"Melalui proses hukum setelah penyidikan tentunya kami bersama-sama penegak hukum lainnya nanti akan melakukan asset recovery," ujar Yasonna, Kamis (9/7/2020).
Yassona mengatakan, pihaknya bakal melakukan sejumlah upaya terkait pemulihan aset BNI, misalnya dengan melakukan pembekuan rekening dan blokir akun.
Pasalnya, ditengarai masih ada aset-aset terkait pembobolan ini yang berada di sejumlah negara, termasuk Belanda tempat pelarian Maria selama buron.
"Segala upaya hukum kita akan melakukan Mutual Legal Assistance untuk melakukan freeze ke aset, kemudian blokir akun dan lain-lain. Tentu bisa kita lakukan setelah proses hukum ada di sini," kata dia.
Hanya saja, lanjut Yasonna, upaya tersebut membutuhkan proses. Dia mengatakan, pemulihan ini tidak bisa langsung terjadi hanya dalam hitungan hari atau jam.
"Tapi saya katakan itu tidak langsung besok dapat, tapi ada prosesnya," katanya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pembobol BNI Rp 1,7 T
Maria Pauline Lumowa merupakan pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Selama buron, Maria sempat bolak balik Singapura-Belanda. Maria diketahui sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Pemerintah Indonesia juga sempat meminta Kerajaan Belanda untuk mengektradisi Maria namun ditolak.
Maria akhirnya ditangkap di Serbia oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla Serbia pada 16 Juli 2019. Penangkapan berdasarkan red notice yang diterbitkan Interpol pada 22 Desember 2003.
Yasonna menyebut, jika Maria tidak segera dibawa ke Indonesia, maka pada 16 Juli 2020 mendatang, pemerintah Serbia harus melepas Maria dari tahanan.
Advertisement