Kemendikbud: 90 Persen Mahasiswa Ingin Kuliah Tatap Muka

Nizam menyebut para mahasiswa mengeluhkan soal koneksi internet selama kuliah daring. Meski demikian, materi pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik meski secara daring.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 09 Jul 2020, 14:29 WIB
ilustrasi Foto Kampus (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar survei evaluasi pembelajaran online atau belajar jarak jauh untuk mahasiswa. Hasilnya, 90 persen mahasiswa menyatakan lebih menyukai kuliah tatap muka langsung dibandingkan kuliah online atau daring.

"Ketika kita tanya apakah memilih daring atau lebih memilih luring (luar jaringan), 90 persen mengatakan masih lebih baik luring. Jadi pertemuan langsung dengan dosen lebih bagus dibandingkan dengan melalui daring," kata Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Nizam, di Ruang Rapat Komisi X DPR, Kamis (9/7/2020).

Nizam menyebut, sebagian mahasiswa yang sepakat dengan kuliah daring hanya mereka yang memiliki sarana prasarana yang mencukupi.

"Yang mengatakan lebih suka daring adalah mereka yang memang sudah siap secara teknologi dan sarana-prasarananya," ucapnya.

Selain itu, Nizam menyebut para mahasiswa mengeluhkan soal koneksi internet selama kuliah daring. Meski demikian, materi pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik meski secara daring.

"Yang menjadi masalah adalah koneksi internet yang buruk dan kekurangsiapan dosen di dalam menyiapkan modulnya," kata Nizam.

Survei tersebut dilakukan terhadap 230 ribu mahasiswa yang tersebar di 32 provinsi, pada akhir Maret 2020. Mahasiswa yang menjadi responden, masuk kuliah pada 2015 hingga 2019

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Pemerintah Jamin Keringanan Uang Kuliah Selama Pandemi Corona

Ilustrasi mahasiswa dan mahasiswi universitas. (iStockphoto)

Juru Bicara Presiden bidang Sosial Angkie Yudistia memastikan, pemerintah terus membantu mahasiswa untuk bisa tetap berkuliah di masa pandemi Corona. Salah satunya dengan memberikan keringanan uang sesuai dengan Permendibkud Nomor 25 Tahun 2020.

"Pemerintah telah memberikan berbagai opsi skema keringanan uang kuliah tunggal (UKT) pada perguruan tinggi. Mahasiswa juga tidak diwajibkan untuk membayar UKT jika dalam keadaan cuti kuliah atau sedang tidak mengambil SKS sama sekali karena menunggu waktu kelulusan," kata Angkie dalam siaran pers, Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Angkie juga memastikan, setiap pemimpin perguruan tinggi negeri (PTN) akan memberikan keringanan uang kuliah atau menetapkan UKT baru, sehingga tidak memberatkan mahasiswa. Dia member contoh, mahasiswa semester akhir hanya akan membayar 50 persen dari total jumlah UKT, jika mengambil mata kuliah kurang dari 6 SKS.

"Tidak hanya PTN, pemerintah juga memberi dukungan kepada perguruan tinggi swasta (PTS), melalui anggaran KIP Kuliah dengan memberi bantuan UKT atau SPP kepada 410.000 mahasiswa di semester ganjil (3, 5, 7) dengan proposisi 60% untuk PTS dan 40% untuk PTN," ungkap Angkie.

Angkie menjelaskan jumlah bantuan pemerintah untuk mahasiswa adalah senilai Rp 2.400.000 yang digunakan sebagai uang kuliah. Kemudian untuk mahasiswa vokasi akan mendapat tambahan Rp 800.000 per semester untuk mengikuti ujian kompetensi guna mendapat sertifikat kompentensi

"Ada beberapa ketentuan untuk mengajukan KIP Kuliah," jelas Angkie soal keringanan uang kuliah.

Angkie menjelaskan semua skema keringanan saat masa pandemi sudah ada dalam amanah konstitusi dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1, bahwa warga negara di Indonesia mempunyai hak untuk mendapat pendidikan, yaitu diberikan hak untuk mengenyam pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi.

"Karena hal ini sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya dengan diberi pendidikan," ungkap Angkie

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya