Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly memastikan, pemerintah Indonesia akan memperlakukan pembobol BNI Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa dengan baik dan memperhatikan hak-haknya di mata hukum.
"Saat di Serbia itu, dia ditanya, apakah punya kuasa hukum, dan ternyata punya. Tim kuasa hukum pilihan dialah yang akan mendampingi selama di Indonesia," kata Yasonna saat memberi keterangan pers di Gedung VIP Terminal 3 Bandara Soetta, Kamis (9/7/2020).
Advertisement
Yasonna juga meyakinkan Maria Pauline Lumowa secara langsung, bila akan diperlakukan dengan baik di Indonesia, yaitu tetap akan dikedepankan hak-haknya sebagai warga negara asing. Namun, proses hukum terhadapnya akan dilanjutkan sesuai aturan yang berlaku.
Kuasa hukum pilihan Maria ini berasal dari Kedubes Belanda yang berada di Indonesia. Sebab, sejak tahun 1979, Maria Pauline Lumowa sudah berpindahwarganegara menjadi kebangsaan Belanda.
"Kami beri akses perlindungan warga negara asing sesuai dengan Konferensi Wina, dan dia memilih untuk berkonsultasi dengan Kedubes Belanda," kata Yasonna.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Menkumham Sebut Ada Upaya Suap dari Pengacara Maria Lumowa Agar Tak Diekstradisi
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyebut, banyak kendala membawa Maria Pauline Lumowa ke Indonesia melalui ekstradisi. Meski demikian, Yasonna berhasil membawa buronan kasus pembobolan BNI senilai Rp 1,7 triliun itu dari Serbia.
Menurut Yasonna, ada pemerintahan di Eropa yang berusaha meminta agar Maria diadili di Belanda, lantaran dia merupakan warga negara Belanda. Tak hanya itu, agar Maria tidak diekstradisi ke Indonesia, pihak Maria sempat melalukan tindak pidana suap.
"Selama proses (ektradisi) ada negara dari Eropa yang lakukan diplomasi agar tidak diekstradisi. Ada pengacara yang lakukan upaya hukum juga, ada upaya suap, tapi pemerintah Serbia komitmen," ujar Yasonna, Kamis (9/7/2020).
Banyak halangan dihadapi saat hendak membawa Maria, Yasonna mengaku sempat menemui para petinggi Negara Serbia. Hingga akhirnya, Presiden Serbia Aleksander Vicic menyerahkan Maria kepada Yasonna dan tim delegasi untuk dibawa ke Tanah Air.
"Saya bertemu Menteri Kehakiman Serbia, saya bertemu Menteri Luar Negeri, wakil PN dan puncaknya menemui Presiden Serbia," kata Yasonna.
Advertisement
Pembobol Bank BNI Rp 1,7 T
Maria Pauline Lumowa merupakan pembobol kas BNI Cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Selama buron, Maria sempat bolak balik Singapura-Belanda. Maria diketahui sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Pemerintah Indonesia juga sempat meminta Kerajaan Belanda untuk mengektradisi Maria namun ditolak.
Maria akhirnya ditangkap di Serbia oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla Serbia pada 16 Juli 2019. Penangkapan berdasarkan red notice yang diterbitkan Interpol pada 22 Desember 2003.
Yasonna menyebut, jika Maria tidak segera dibawa ke Indonesia, maka pada 16 Juli 2020 mendatang, pemerintah Serbia harus melepas Maria dari tahanan.