Liputan6.com, Jakarta - Industri perbankan tanah air tengah menjadi sorotan di tengah pandemi Covid19 saat ini. Pasalnya, pandemi ini berimbas terhadap perekonomian, seiring terpukulnya seluruh sektor bisnis di dalam negeri, tak terkecuali UMKM. Alhasil, muncul kekhawatiran lonjakan kredit macet dan dapat mengakibatkan kinerja perbankan terganggu.
“Menghadapi tekanan kualitas kredit, Bank akan melakukan penguatan internal untuk menjaga kualitas kredit serta melakukan percepatan penyelesaian kredit bermasalah," ujar Direktur Utama Bank Bukopin, Rivan A. Purwantono dalam diskusi di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Advertisement
Melihat hal ini, tentu perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas perbankan tetap terjaga. Bahkan, tak mengapa jika kepemilikan saham pihak asing di suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa terangkat dan kembali kuat dengan setoran modal.
"Setor modal bagi bank adalah harus. Kita harus menghargai pemilik bank yang rajin setor modal, selain memperkuat bank, tapi sekaligus menunjukan komitmen dalam membesarkan bank, karena bank itu bisnis jangka panjang yang padat modal,” tambah Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka
Eko menyebutkan bahwa bank asing sendiri telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, atau tepatnya sejak tahun 1746 disebut De Bank Van Leening. Hingga saat ini, total ada 42 Bank Umum di Indonesia yang dalam status kepemilikan asing.
Dari jumlah tersebut, Bank dalam kepemilikan asing yang asetnya diatas Rp 100 triliun diantaranya, Bank Danamon, CIMB Niaga, Maybank Indonesia, OCBC NISP, UOB Indonesia, Permatabank, dan MUFG Bank
"Porsi kepemilikan tidak menjadi masalah, yang penting kontribusinya kepada perekonomian Indonesia, menjalankan fungsi intermediasi agar dunia usaha berjalan , sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan pada akhirnya pajak meningkat,” jelas Eko.
Advertisement
97 Persen
Ia mengungkapkan, ada 97 persen akuisisi bank dilakukan oleh investor asing, dan sisanya lokal.
"Tidak jadi masalah, karena investasi ke bank selalu jangka panjang, dibandingkan investasi di pasar modal berupa hot money yang mudah terbang. Lihat saja juga, bank-bank BUMN yang go publik kan sahamnya banyak dikuasai asing dan deviden yang dibayar juga terbang. Harus diatur pembagian deviden yang bisa dibawa ke luar negeri. Itu yang penting, jangan diskusi asing atau non asing, lelah. Zaman sudah berubah,” ucapnya.