DKI Dibebani Anggaran Rp 13,5 T untuk Tanggulangi Banjir di Jakarta dan Sekitarnya

Anggaran yang dikeluarkan DKI terbilang besar, yakni 37,5 persen dari total anggaran yang disepakati yaitu Rp 35,9 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2020, 20:47 WIB
Petugas Sudin Sumber Daya Air (SDA) memunguti sampah-sampah yang tergenang saat banjir di kawasan Kampung Melayu Kecil, Bukit Duri, Jakarta, Selasa (25/2/2020). Banjir tersebut akibat luapan sungai Ciliwung. (merdeka.com/magang/ Muhammad Fayyadh)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diwajibkan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 13,5 triliun dari APBD untuk program penanggulangan banjir dan longsor di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) hingga 2024.

Pembagian alokasi anggaran tersebut telah disepakati dalam nota kesepakatan antarpemerintah daerah Jabodetabek Punjur dan kementerian terkait.

"Di DKI itu Rp 13,5 triliun yang sudah dikomit dengan Kementerian Dalam Negeri," ujar Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil saat rapat bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dikutip melalui channel Youtube Pemprov DKI, Kamis (8/7/2020).

Ia menuturkan, anggaran yang dikeluarkan DKI terbilang besar, yakni 37,5 persen dari total anggaran yang disepakati yaitu Rp 35,9 triliun. Porsi alokasi pengeluaran anggaran juga dibebankan pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum yakni senilai Rp 17,18 triliun, sedangkan untuk pemerintah daerah lainnya dibebankan Rp 4,4 triliun atau 12,4 persen dari nilai anggaran.

Lebih lanjut, Sofyan menuturkan, setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur, akan dibentuk lembaga baru.

Tujuannya untuk mensinkronkan langkah penanggulangan oleh pemerintah daerah maupun kementerian terkait. Lembaga tersebut nantinya diisi beberapa Pokja.

Dari beberapa Pokja yang ada dalam lembaga tersebut, Sofyan menyebut, Pokja Tata Ruang dan Pertanahan diharapkan mampu mengurangi debit air secara signifikan yang mengalir ke Jakarta.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kembalikan Lahan Hijau di Puncak

Petugas kepolisian dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) berdiri sambil membawa papan imbauan saat uji coba sistem kanalisasi 2-1 Jalur Puncak di kawasan Gadog, Bogor, Jawa Barat, Minggu (27/10/2019). (merdeka.com/Arie Basuki)

Upaya yang direncanakan untuk dikerjakan di wilayah hulu, Puncak, adalah mengembalikan lagi lahan hijau. Menurutnya, lahan di Puncak saat ini sebagian besar dikuasai beberapa pihak tanpa memiliki hak yang sah. Penggunaan lahan tersebut juga tidak lagi berfungsi menampung debit air.

"Jadi sekarang ini kalau kita lihat Puncak sebagian besar orang menduduki Puncak tanpa alasan hak, itu tanah garapan tadinya, tanah perkebunan tapi kemudian dikuasai menjadi zona de facto tanpa hak," kata Sofyan.

Agar dataran Puncak memiliki fungsi sebagaimana mestinya, ia mencetuskan setiap kepemilikan lahan di Puncak wajib memiliki area hutan sebesar 70 persen.

"Misalnya seseorang punya tanah 1 hektar di sana kita akan berikan deh bangun 30 persen selebihnya hutankan. Hutan bagaimana? Yang penting bisa menyerap air mungkin yang lebih mudah misalnya kebun teh," ucapnya.

"Kalau kita bisa hijaukan Puncak mungkin 30 sampai 40 persen itu akan sangat mengurangi beban air yang overflow ke Jakarta," imbuhnya.

 

Reporter: Yunita Amalia/Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya