Liputan6.com, Jakarta Kebijakan penyederhanaan (simplikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau dipastikan tetap berjalan. Penyederhanaan tarif cukai merupakan satu upaya pemerintah untuk menekan atau mengurangi prevalensi perokok.
Simplikasi tarif cukai tembakau masuk dalam roadmap, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 77/ 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024.
Advertisement
"Simplikasi tarif sudah masuk dalam roadmap dan disampaikan ini apakah ditunda atau dibatalkan, terkait dengan itu kami katakan sebetulnya tidak ada pembatalan sehingga roadmap itu sebetulnya masih bisa berjalan," ujar Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Pande Putu Oka dalam satu diskusi, kemarin.
PMK 77/2020 dikatakan baru saja terbit sehingga masih membutuhkan waktu dan diskusi untuk pengimplementasiannya karena memiliki dampak ekonomi yang luas.
Dikatakan, penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau merupakan satu upaya pemerintah untuk menekan atau mengurangi prevalensi perokok. Terutama pada anak-anak dan remaja, dan mencegah tax avoidance oleh pabrikan rokok.
Hingga kini penyederhanaan cukai masih dalam pembahasan dan sedang dicarikan pendekatan terbaik bersama instansi terkait, seperti Bappenas dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dia menuturkan jika kebijakan cukai harus memperhatikan berbagai sisi. Dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan upaya menurunkan prevalensi perokok.
"Jaga ekonomi tetap berjalan dengan sustain dan berdampak ke indikator ekonomi makro sepert growth, tenaga kerja dan pengangguran," ungkap dia.
Hingga kini, diakui cukai tembakau berkontribusi cukup signifikan terhadap penerimaan negara. Nilainya mencapai 10 persen secara tren dari tahun ke tahun.
Produsen Rokok Asing Diminta Bayar Cukai Tinggi
Sekjen Transparansi International Indonesia (TII) Danang Widoyoko meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan masukan terhadap kebijakan cukai rokok karena terkait penyelamatan potensi keuangan negara.
Hal ini disampaikan terkait upaya pabrikan besar asing yang memanfaatkan celah struktur tarif cukai yang kompleks sehingga bisa tetap membayar cukai rokok murah
“Perlu ada komunikasi yang sangat erat antara KPK atau pihak yang berwenang dan pembuat kebijakan agar kebijakan cukai rokok di masa mendatang sehingga bisa meminimalisasi kerugian negara dan mencegah perusahaan besar asing membayar cukai murah” jelas Danang pada diskusi virtual dengan tema ““Kebijakan Cukai di Tengah Optimalisasi Penerimaan Negara, Pengendalian Konsumsi dan RPJMN 2020-2024” pada Rabu, 8 Juli 2020.
Meski Kementerian Keuangan telah menetapkan penyederhanaan struktur cukai hasil tembakau sebagai salah satu bagian strategi reformasi fiskal yang tercermin pada PMK 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024, namun kebijakan ini perlu dikawal sehingga potensi kerugian negara dapat diminimalisir dan penerimaan negara dapat dioptimalkan.
“Karena cukai rokok berdampak pada kepentingan industri, kebijakan yang diambil pemerintah pada akhirnya akan menjadi subjek untuk negosiasi, kompromi atau perlawanan,” ujar Danang.
Danang menjelaskan, struktur tarif yang diterapkan saat ini melalui PMK 152/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau membuka peluang dan memberikan insentif bagi perusahaan besar dan multinasional untuk membayar cukai lebih rendah yang pada akhirnya berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar.
Dengan menyederhanakan struktur tarif cukai rokok, pemerintah memproyeksi akan mendapatkan tambahan pemasukan dari cukai rokok karena perusahaan rokok besar multinasional yang saat ini membayar cukai rendah akan diwajibkan membayar tarif cukai paling tinggi berdasarkan total jumlah produksi domestik rokok mesin (Sigaret Kretek Mesin/SKM dan Sigaret Putih Mesin /SPM) perusahaan tersebut.
Sementara perusahaan kecil akan tetap membayar tarif cukai rendah selama perusahaan tersebut tidak melewati batasan produksi tersebut secara keseluruhan.
“Selama ini pabrikan besar asing membayar tarif cukai yang lebih murah karena memproduksi rokok jenis tertentu dibawah 3 miliar per batang pertahunnya, meskipun total produksi rokok SKM dan SPM nya telah lebih dari 3 miliar batang per tahun,” jelas Danang.
Advertisement