Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri dan Badan PBB untuk Urusan Pengungsi bekerja sama untuk mendata migran Rohingya di Aceh. Hingga Jumat (10/7/2020), ada 90 migran yang sudah ikut pendataan.
Dalam prosesnya, Kemlu menemukan ada 25 anak Rohingya yang tidak didampingi orang tua (unaccompanied children). Hampir dari setengahnya datang tanpa keluarga sama sekali, namun sudah dapat pendampingan.
Baca Juga
Advertisement
"Dari 25 anak tersebut, 13 anak-anak tanpa keluarga atau kerabat telah mendapatkan pendamping atau wali sementara dari kalangan migran," jelas Menlu Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual, Jumat (10/7/2020).
"Sementara itu, 12 lainnya telah didampingi oleh keluarga tidak langsung dari anak-anak tersebut seperti paman, bibi, dan sebagainya, yang juga ada dalam rombongan," lanjut Menlu Retno.
Keluarga anak-anak Rohingya itu sudah dilacak lewat program Restoring Family Links. Keluarga anak-anak itu ternyata berada di luar negeri seperti Malaysia dan Bangladesh.
Mulai Jumat ini, migran Rohingya juga sudah pindah dari bekas kantor imigrasi Lhokseumawe ke gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Lhokseumawe. Mereka juga diberikan hygiene kit.
"Kita juga terus memberikan perhatian terhadap kebutuhan logistik dan kesehatan para migran, termasuk adanya tenaga medis yang akan standby di tempat penampungan," jelas Menlu Retno.
Dua orang migran Rohingya sempat dilaporkan sakit. Keduanya sudah dinyatakan sembuh.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Indonesia Selidiki Dugaan Penyelundupan Manusia pada 99 Pengungsi Rohingya di Aceh
Pemerintah Indonesia telah menyelamatkan 99 orang migran etnis Rohingya yang pada tanggal 24 Juni 2020 memasuki perairan Aceh Utara. Keputusan ini dilandasi oleh prinsip-prinsip kemanusiaan.
Para pengungsi berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan sangat membahayakan keselamatan jiwa mereka.
Para pengungsi saat ini ditampung di bekas Kantor Imigrasi Lhoksemauwe, Aceh. Fokus utama sekarang adalah pemenuhan kebutuhan dasar, pemberian penampungan sementara, dan pelayanan kesehatan.
Hal-hal tersebut dilakukan dengan memastikan berlakunya protokol kesehatan guna mencegah penularan virus COVID-19 di kalangan migran etnis Rohingya.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah setempat berkerja sama dengan UNHCR dan IOM akan segera melakukan upaya-upaya lebih lanjut terkait penanganan 99 orang migran etnis Rohingya tersebut.
Masyarakat Aceh Utara dan Lembaga Sosial Masyarakat Indonesia juga aktif memberikan bantuan kemanusiaan.
Otoritas Indonesia juga tengah menyelidiki kemungkinan adanya unsur penyelundupan manusia sehingga migran ireguler tersebut menjadi korban, demikian seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri RI pada Juni lalu.
Penyelundupan manusia adalah kejahatan yang harus dihentikan dan memerlukan kerja sama kawasan dan internasional.
Perjalanan laut yang tidak aman ini dipastikan akan terus terjadi sepanjang akar masalah tidak diselesaikan.
Bagi Indonesia, upaya menciptakan kondisi kondusif di Rakhine State penting untuk terus dilakukan agar etnis Rohingya dapat kembali secara sukarela, aman dan bermartabat di rumah mereka, di Rakhine State.
Advertisement