Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah RI dan Australia resmi memberlakukan Perjanjian Kemitraan Komprehensif Bidang Ekonomi atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) per 5 Juli 2020 lalu.
Dalam perjanjian tersebut, Australia membebaskan bea tarif untuk seluruh produk ekspor Indonesia. Sebaliknya, Indonesia meniadakan bea masuk untuk sekitar 94,6 persen pos tarif komoditas asal Negeri Kangguru.
Advertisement
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengatakan, Pemerintah memang masih belum menihilkan tarif bea masuk untuk beberapa produk yang selama ini sensitif bagi Indonesia, semisal beras dan minuman beralkohol.
"Selain itu bagi produk yang sangat sensitif seperti beras dan minuman beralkohol tidak dikomitmenkan," ujar Agus dalam sesi konferensi pers di Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Agus juga menyatakan, Pemerintah tetap berkomitmen untuk tidak memberi keringanan kepada beberapa produk lainnya yang sensitif. Hal tersebut tetap dijaga ketika perjanjian IA-CEPA ini memiliki mekanisme tariff rate quota, di mana komoditas dalam jumlah tertentu akan diberi preferensi tarif.
"Namun jika jumlahnya sudah cukup atau melebihi kuota maka tarif yang dikenakan adalah tarif non preferensi," jelas dia.
Porsi 100 persen pembebasan tarif yang diterima Indonesia seakan menandakan bahwa NKRI bisa mengekspor lebih banyak barang ketimbang Australia. Tapi jangan salah, Indonesia masih tetap memberikan lebih banyak kelonggaran untuk produk Australia.
Sebagai perbandingan, dalam perjanjian IA-CEPA Australia menetapkan bea masuk nol persen untuk seluruh produk Indonesia pada 6.474 pos. Sebaliknya, Indonesia membebaskan 94,6 persen barang impor Australia dari 10.813 pos. Dengan begitu, Australia masih dapat mengirimkan 4.339 produk lebih banyak ke Indonesia.
IA-CEPA Pangkas Defisit Perdagangan Barang dengan Australia
Sebelumnya, Perjanjian Kemitraan Komprehensif Bidang Ekonomi antara Indonesia dan Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) telah resmi berlaku pada 5 Juli 2020.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto optimis perjanjian ini dapat menurunkan defisit perdagangan barang Indonesia dengan Australia.
Agus menjelaskan, perdagangan barang Indonesia dengan Australia pada 2019 lalu mengalami defisit USD 3,2 miliar dari total nilai perdagangan antara kedua negara yang mencapai USD 7,8 miliar.
"Indonesia saat ini mengalami defisit dengan Australia sebesar USD 3,2 miliar pada tahun 2019. Ini merupakan defisit yang cukup besar, sehingga dengan adanya IA-CEPA ini kita akan mengurangi defisit tersebut," ungkapnya di Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Menurut proyeksinya, defisit perdagangan barang dengan Australia akan berkurang signifikan pada 2021 mendatang. Dia bahkan yakin nilai perdagangan barang dengan Negeri Kangguru tersebut ke depannya bisa surplus berkat perjanjian IA-CEPA.
"Ekspetasi kita kalau bisa dikejar kalau bisa defisit perdagangan berkurang setengahnya, kalau bisa surplus. Tahun 2021-2022 kita optimis peluang ini bisa dioptimalkan," serunya.
Advertisement