Ketua OJK Wimboh Santoso Pastikan Kondisi Perbankan Aman di Tengah Pandemi

OJK pastikan kondisi perbankan di masa pandemi Corona aman dan sehat terutama terkait likuiditasnya.

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Jul 2020, 22:04 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memastikan kondisi perbankan di masa pandemi Corona aman dan sehat terutama terkait likuiditasnya.

Seperti yang diketahui, pandemi Corona membuat hampir seluruh sektor lesu dan terancam lumpuh. Dampak pandemi juga turut melukai sektor perbankan.

Indikator perbankan yang sehat ini terlihat dari data OJK yang menunjukkan rasio Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah yang masih berada di level aman yaitu 3,01 persen, demikian dengan rasio kecukupan modal yaitu 22,83 persen.

"Dengan adanya tanda-tanda perbaikan ekonomi ini memberikan harapan yang lebih baik sehingga kenaikan NPL ini terukur dan bisa ditahan. Kita juga enggak khawatir sama permodalan karena sudah diantisipasi dengan berbagai kebijakan seperti restrukturisasi," ujar Wimboh dalam wawancara di stasiun televisi, Jumat (10/7/2020).

Wimboh melanjutkan, dari 110 perbankan (data OJK), Loan to Deposit (LDR) rasionya sudah menurun di angka 90,4 persen. Padahal bulan April lalu, LDR pernah mencapai 91,5 persen bahkan 92 persen. "Ini artinya kalau LDR turun, likuiditasnya bagus, dan juga angka alat-alat likuiditas dibandingkan dengan non-core deposit itu 117 persen yang tadinya 112 persen, makanya ini bagus," imbuhnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Restrukturisasi

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, pemerintah sendiri menerapkan kebijakan restrukturisasi untuk memberikan "ruang bernapas" bagi perbankan dan debitur. Dengan restrukturisasi, perbankan tidak perlu mencatatkan histori kredit macet kepada debitur yang menyebabkan bank harus membuat cadangan.

Sementara untuk debitur, tentu saja beban keuangannya berkurang sehingga debitur dapat lebih baik dalam memperlancar arus kasnya, baik secara individual maupun untuk dunia usaha.

"Dengan skema ini, perbankan bisa buat kategorisasi bahwa nasabah itu nggak dikategorikan nggak lancar yang mana kalau nggak lancar harus buat cadangan yang memakan modal, lantas untuk peminjam tentu benefitnya, kreditnya tidak akan dikategorikan macet," jelas Wimboh.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya