Liputan6.com, Kebumen - Botol minuman ringan itu melayang di udara sebelum akhirnya mendarat di pelipis Sandiyah (83). Perempuan tua itu merintih kesakitan menahan penganiayaan itu.
Namun rintihan itu tak lantas memadamkan amarah Hartoyo (37), anak kandung Sandiyah. Toyo, begitu ia biasa disapa, justru semakin menggila dan terus menganiaya ibu kandungnya.
Hari itu, Selasa (23/6), menjadi hari paling kelam bagi keluarga yang menetap di Desa Karanggedang, Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen. Sandiyah dilarikan ke rumah sakit umum daerah Kebumen.
Baca Juga
Advertisement
Namun dengan beban luka yang ditanggung, lahir juga batin, Sandiyah hanya mampu bertahan hingga hari ketujuh masa perawatan. Ia meninggal pada Selasa (30/6/2020).
Penganiayaan ini menyeret Toyo ke tahanan untuk kali kesekian. Sebelum ini, Toyo pernah ditahan setelah melukai kakak kandungnya, Agus Widodo, dengan senjata tajam pada 2018.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Residivis, Bebas Asimilasi
Toyo dihukum tiga tahun penjara. Ia bebas lebih awal berkat kebijakan asimilasi pada awal 2020, dari yang semestinya bebas pada 2021.
Kepada polisi, Toyo mengaku tega menganiaya karena ibu kandungnya, Sandiyah menolak memenuhi keinginannya mengubah surat perjanjian keluarga. Surat yang dibuat 2015 silam itu mengatur tentang harta warisan keluarga.
Surat itu menyebut Toyo pernah menjual tanah seluas 30 ubin seharga Rp45 juta. Dengan demikian, Toyo tak berhak lagi atas harta warisan keluarga.
"Dengan diubahnya surat perjanjian itu, tersangka berharap mendapatkan warisan lagi di kemudian hari. Namun saat diminta untuk diubah, korban menolak yang membuat tersangka marah," kata Kapolres Kebumen, AKBP Rudy Cahya Kurniawan, dalam keterangan tertulisnya.
Advertisement
Sesal Si Penganiaya Ibunya
Toyo mengaku keinginan mengubah surat perjanjian keluarga selalu muncul ketika bertemu dengan kakaknya yang nomor dua, Dardiri. Menurutnya, surat perjanjian keluarga yang menjadi pangkal persoalan merupakan ide Dardiri.
Akibat perbuatannya, Toyo dijerat dengan Pasal 44 Ayat (2) atau Pasal 44 Ayat (3) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara.
Kini yang tersisa hanya sesal. Toyo mengaku menyesal telah menganiaya ibunya sehingga meninggal dunia.
Namun penyesalan itu tak mengubah keadaan. Ia tetap kehilangan ibu yang mestinya dikasihi dan dilindunginya.
Ia juga kehilangan kepercayaan dari orang-orang terdekatnya. Yang jelas menanti di depan mata hanya penjara.