Liputan6.com, Nur-Sultan - Kazakhstan membantah laporan yang diterbitkan oleh para pejabat China yang menuduh bahwa negara Asia Tengah itu sedang mengalami wabah "pneumonia yang tidak diketahui"
Kedutaan China di Kazakhstan pada Kamis 9 Juli 2020 memperingatkan warganya di negara itu bahwa "pneumonia" baru tersebut berpotensi lebih mematikan daripada virus corona baru penyebab COVID-19.
Kementerian Kesehatan Kazakhstan mengatakan pada Jumat 10 Juli bahwa laporan itu "tidak benar", demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (11/7/2020).
Advertisement
Kazakhstan baru-baru ini memberlakukan kuncian secara nasional menyusul peningkatan kasus virus corona baru.
Menurut kementerian kesehatan Kazakhstan, negara itu telah melihat sekitar 55.000 kasus COVID-19 dan 264 kematian pada 10 Juli.
Kazakhstan dan negara-negara Asia Tengah lainnya juga menghadapi tuduhan bahwa mereka melaporkan gelombang kedua infeksi virus corona yang signifikan dengan mengklasifikasikan banyak orang sebagai pneumonia.
Pada Jumat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pneumonia yang dilaporkan di Kazakhstan "ada dalam radar" mereka dan bisa jadi itu adalah virus corona COVID-19 yang belum terdiagnosis.
"Meningkatnya kasus COVID-19 di negara itu akan menunjukkan bahwa banyak dari kasus tersebut sebenarnya adalah kasus COVID-19 yang tidak terdiagnosis," kata Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO.
Pernyataan yang diterbitkan oleh Kedutaan China pada Kamis mengatakan, 1.772 orang telah meninggal pada paruh pertama tahun 2020 dan "628 pada bulan Juni saja" dari wabah pneumonia yang dilaporkan.
Dikatakan wabah telah terjadi di tiga kota provinsi: Atyrau, Aktobe dan Shymkent. Dan, warga negara China termasuk di antara mereka yang telah meninggal.
Kata Kazakhstan: 'Salah'
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Jumat 9 Juli, Kementerian Kesehatan Kazakhstan mengakui kehadiran "virus pneumonia akibat etiologi yang tidak ditentukan" tetapi mengatakan peringatan yang dikeluarkan oleh kedutaan besar China "tidak sesuai dengan kenyataan".
Kementerian mengakui bahwa mereka telah diklasifikasikan sebagai kasus pneumonia di mana gejala virus corona COVID-19 hadir tetapi pasien dinyatakan negatif, sejalan dengan pedoman WHO.
"Perlu dicatat bahwa WHO memperkenalkan kode untuk pneumonia dalam Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-10), sementara COVID-19 didiagnosis secara klinis atau epidemiologis, misalnya melalui gejala ground-glass opacity (GGO) dan paru-paru yang terkena, dan itu tidak dikonfirmasi laboratorium," bunyi pernyataan tambahan dari Kedutaan Kazakhstan di Jakarta yang diterima Liputan6.com, Sabtu 11 Juli 2020.
"Kazakhstan, dalam hal ini, seperti negara-negara lain, memantau dan mencatat jenis pneumonia ini, yang memungkinkan pengambilan keputusan tingkat manajemen tepat waktu yang bertujuan untuk menstabilkan kejadian dan prevalensi infeksi coronavirus," tambah kedutaan.
Menteri Kesehatan Kazakhstan Aleksey Tsoy mengatakan pada konferensi pers pada hari Kamis bahwa kematian akibat pneumonia telah meningkat dari 1.172 dalam enam bulan pertama 2019 menjadi 1.780 selama periode yang sama tahun ini. Dan jumlah kasus pneumonia terdaftar meningkat 50%.
"Pada briefing pada 9 Juli, Menteri Kesehatan Kazakhstan Alexey Tsoi berbicara tentang jumlah keseluruhan kasus pneumonia di negara itu: bakteri, jamur, virus, termasuk 'pneumonia virus etiologi yang tidak ditentukan,' sesuai dengan klasifikasi ICD-10," lanjutnya.
"Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan Republik Kazakhstan menekankan bahwa laporan media China itu salah."
Simak video pilihan berikut:
Kata Warga Setempat
Praktisi medis dan anggota keluarga korban di Kazakhstan mengatakan kepada BBC bahwa mereka percaya peningkatan jumlah kasus pneumonia terkait dengan COVID-19 tetapi tidak terdeteksi karena pengujian berkualitas rendah atau tidak ada pengujian sama sekali.
Venera Zhanalina, yang ayahnya meninggal tiga hari setelah dirawat di rumah sakit dengan gejala seperti coronavirus, mengatakan kepada BBC: "Dalam sertifikat kematian, dikatakan pneumonia sebagai penyebabnya. Tetapi kita bahkan tidak tahu apakah mereka mengujinya atas infeksi coronavirus."
Aida Jexen, 38, mengatakan dia jatuh sakit pada Juni, dinyatakan positif terkena virus corona. Tetapi seminggu kemudian, ketika dia menerima perawatan di rumah sakit dan menjalani tes lagi, hasilnya negatif --mengarah ke diagnosis pneumonia.
"Saya bertanya kepada dokter apa alasannya, mereka mengatakan bahwa pada hari-hari pertama mereka mengambil usap hidung dan virus itu masih ada," katanya.
"Kemudian itu turun di paru-paru saya dan untuk mendeteksinya, mereka perlu mengambil sampel dahak. Tetapi mereka tidak melakukan pengambilan sampel dahak karena mereka tidak ingin diganggu dengan itu."
Seorang pekerja medis yang meminta untuk tetap anonim mengatakan kepada BBC bahwa tes coronavirus-nya negatif dua kali. Namun dia telah menunjukkan beberapa gejala coronavirus dan tomografi komputernya telah menunjukkan tanda-tanda jelas dari virus tersebut.
Karena hasil tesnya negatif, ia didiagnosis menderita pneumonia.
"Mereka melakukannya [untuk menurunkan angka total coronavirus] karena mereka tidak ingin berada di tempat pertama untuk penyakit ini," katanya. "Jauh lebih mudah untuk mengubah statistik daripada melawan coronavirus."
Advertisement
Kata WHO
Namun dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kepada kantor berita AFP pada hari Jumat, WHO mengatakan Kazakhstan mengklasifikasikan kasus-kasus pneumonia sesuai dengan kode organisasi.
"Ini menunjukkan [kasus pneumonia] tidak digolongkan sebagai penyakit yang tidak diketahui yang muncul. Kami sedang dalam proses memverifikasi dengan kementerian kasus yang dikonfirmasi Covid-19," kata pernyataan WHO.
Situs web WHO merujuk pada satu kode seperti "U07.2 COVID-19, virus tidak teridentifikasi". Kode ini digunakan ketika ada "diagnosis klinis atau epidemiologis Covid-19 [tetapi] di mana konfirmasi laboratorium tidak meyakinkan atau tidak tersedia."