Liputan6.com, Jakarta – Pandemi corona Covid-19 telah melumpuhkan tatanan ekonomi masyarakat, baik masyarakat Indonesia maupun warga secara global. Pemutusan hubungan kerja (PHK) dimana-mana menjadi akibat bencana kesehatan ini. Yang mencemaskan dan mengkhawatirkan karena jumlah yang dirumahkan dan di PHK mencapai ribuan orang.
Kalau kondisi seperti ini dibiarkan terus menerus terjadi, bukan tidak mungkin Indonesia mengalami situasi berat dan terburuk serta tak menutup kemungkinan negara akan bangkrut.
"Dampak pandemi Covid-19 sudah menyebar ke 215 negara di dunia, termasuk Indonesia. Dampak ekonomi sudah terasa di Indonesia. Pada tri wulan pertama saja pertumbuhan ekonomi anjlok. Namun, ada tiga sektor yang tetap tumbuh, yakni pertanian, kehutanan, perikanan yang masih tumbuh 9 persen," ujar Rektor Universitas Trilogi, Prof Mudrajad Kuncoro sebagai keynote Speech di Webinar yang dihelat Fakultas Bioindustri, Universitas Trilogi, Kalibata, Jakarta Selatan, 13 Juli 2020.
Menurut Rektor Universitas Trilogi, Prof. Mudrajad Kuncoro dalam sambutannya, topik ini merupakan topik yang menarik, karena ancaman Covid-19 berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejak lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi turun di bawah 3%. Dari perspektif Guru Besar UGM ini, Teknososioprenur dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Sementara dari Maulidian, S.Hut, M.M., selaku ketua panitia acara webinar dan juga sebagai Ketua Pusat Pengembangan Kapasitas Wirausaha Bioindustri (PPKWB) mengharapkan acara yang sangat bermanfaat ini dapat memberikan inspirasi kepada para peserta agar dapat memberikan solusi bagi masyarakat sekitarnya apakah melalui pekarangan bahkan dapur rumah bisa menjadi sarana potensi untuk usaha produktif di saat pandemi ini.
"Sosok Teknososioprenur akan memberikan solusi yang inovatif dan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, webinar ini diadakan untuk memberikan inspirasi bagi masyarakat luas, bahwa menjadi Teknososiopreneur itu bisa dimulai dari yang ada disekitar kita, misalnya pekarangan, tanaman pertanian, bahkan di dapur rumah sendiri," jelas Maulidian. Karena itu, Fakultas Bioindustri dan PPKWB menghadirkan 3 narasumber yang kompeten dan sesuai dengan kondisi saat ini.
Tiga topik khusus yang berbeda akan dikupas tuntas yakni Prof. Hadi Susilo Arifin, Guru Besar Bidang Manajemen Lanskap dan Kaprodi S2 Ilmu Pengolahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup IPB University, dengan Topik "Inovasi Pekarangan Produktif bagi Income Keluarga", lalu Dr. Inanpi Hidayati S, Dekan FBIO dan FEB Universitas Trilogi dan CEO Attaqie Farm, dengan Topik "Strategi peningkatan omset produk pertanian", serta Indri Indrawan, M. Si, Dosen ITP Universitas Trilogi dan Founder @KlapertartSurvivor, dengan Topik "Hilirisasi dan inovasi wirausaha mandiri produk pangan".
Menurut Prof Mudrajad, hasil survei menunjukkan bahwa di masa pandemi Covid-19, masyarakat lebih banyak menggunakan waktu luangnya untuk nonton, masak, menonton youtube, main game, bersih-bersih rumah dan berkebun.
"Sebenarnya itu sudah bagus, asal dapat digunakan menjadi sesuatu yang bernilai dan produktif. Seperti berkebun, bersih-bersih rumah, dan lainnya. Seseorang yang memiliki jiwa entrepreneur, teknopreneur dan socialpreneur tentu akan menggunakan momentum ini dengan sebaik-baiknya, berkualitas dan produktif seperti bagaimana untuk menghasilkan uang sekalipun di situasi pandemi ini," katanya.
Prof Mudrajad menyebut beberapa nama orang sukses yang memiliki jiwa entrepreneur, teknopreneur dan socialpreneur. Mulai dari mulai JK Rolling, Suciro Honda, Steve Job, Mohammad Yunus, Bill Gates, Marta Tilaar, Andrew Darwis, Chairul Tanjung sampai Nadiem Makarim yang kini di Kabinet, bisa menjadi role model hidup dan referensi serta inspirasi masyarakat Indonesia.
"Mereka sukses karena bisa melihat peluang, bisa memanfaatkan teknologi dan bisa mengolah keresahan sosial. Survei terkini, 100 faktor yang menyebabkan orang sukses bukan IQ dan IPK, itu hanya ada diurutan nomor 21, nilai terbaik ada diurutan 30. Justru nomor satu di tempati oleh kejujuran, nomor dua keberuntungan dan ketiga disiplin," ujar Mudrajad.
Dia menambahkan, Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi manusia lain. "Itulah yang disebut sosiopreneuer," tegas Mudrajat. Pernyataan Prof Mudrajad diamini Prof Hadi Susilo Arifin, PH.D, Guru Besar Bidang Manajemen Lanskap dan Kaprodi S2 Ilmu Pengelolaan SDA dan Lingkungan IPB.
Pekarangan, tutur Prof Hadi, merupakan media yang sangat dekat dengan kita. "Inovasi Pekarangan Pangan Lestari secara produktif menghasilkan buah, bunga, daun, bahan baku industri, bumbu dan banyak lagi. Pekarangan bisa difungsikan menjadi empat yakni self propagating function, self nourishing function, self governing function dan self full filling function," ungkapnya.
Sementara itu, Dosen Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Trilogi, Indri Indrawan, STP, M.Si dalam papernya tentang Hilirisasi dan Inovasi Wirausaha Produk Pangan menekankan agar wirausaha mandiri terutama IKM harus digalakkan. Memang untuk menghidupkan IKM perlu memerhatikan keterbatasan pengetahuan, efisiensi produksi, proses produksi, mutu produk, pelatihan dan konsultasi IKM bermutu.
"Tujuan utama wirausaha mandiri adalah Income Generating. Masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan bisa memproduksi dan memasarkan melalui jalur pemasaran yang tepat," tutur Founder @KlapertartSurvivor ini.
Sales Director Tempat Uji Kompetensi PT Kurnia Inti Solusindo yang mengikuti Webinar ini melempar pertanyaan, sudahkah potensi pangan dimanfaatkan secara optimal?
"Pengelompokkan UMKM yang belum dan sudah mendapatkan sertifikasi minimal PIRT, jenis produk, kemasan produk yang layak, pelatihan olahan tambahan, pelatihan sistem pemasaran. Kolaborasi dengan instansi terkait seperti Dinkes dan Diseperindag setempat agar pelatihan dapat bersertifikat.Pelatihan untuk meningkatkan nilai tambah bahan mentah menjadi produk jadi," tuturnya.
Di tempat sama, Dekan Fakultas Bioindustri dan Ekonomi Bisnis sekaligus Founder Agroeduwisata Attaqie Farm, Dr Inanpi Hidayati S berkata, persepsi pemuda dalam pertanian sangat negatif. Mereka tak berminat untuk menjadi petani. Sebab, sejak remaja tidak diajarkan untuk menjadi petani, melainkan lebih banyak untuk studi sekolah.
"Persepsi pertanian selalu kuno dan kotor. Masa depan pertanian semakin terancam. Anak yang membantu orang tuanya bertani dianggap kurang baik. Menurunnya minat ke pertanian karena petani di perdesaan selalu dikaitkan dengan kemiskinan," tuturnya.